Liputan6.com, Denpasar - Pusat pertokoan dan pasar tradisional di Kota Denpasar dan sekitarnya pada Umanis Galungan, sehari setelah Hari Suci Galungan, masih sepi. Para pedagang di pasar-pasar tradisional serta sejumlah pertokoan di pusat-pusat perbelanjaan belum berjualan.
Demikian pula lalu lintas masih lengang, karena aktivitas perekonomian masih belum kembali normal. Hanya beberapa toko yang buka, meski sepi konsumen.
Seperti dilansir Antara, Kamis (2/11/2017), suasana Kota Denpasar masih tampak sepi, karena sebagian besar penghuninya mudik ke kampung halamannya masing-masing, ke delapan kabupaten di Pulau Dewata.
Baca Juga
Advertisement
Sementara kantor instansi pemerintah di Bali masih tutup (fakultatif) selama tiga hari berturut-turut yakni 31 Oktober, 1, dan 2 November 2017. Demikian pula anak-anak sekolah dari seluruh jenjang pendidikan masih libur.
Hari umanis Galungan masih diwarnai suasana saling mengunjungi sesama keluarga dekat (silaturahmi). Suasana yang demikian itu tampak di daerah pedesaan di wilayah Kabupaten Tabanan, Badung, dan Gianyar.
Warga mengunjungi rumah sanak keluarga dan kerabat untuk bersilaturahmi, sehingga aktivitas warga masih terpusat di rumah, sejak Rabu, 1 November 2017, siang. Suasana itu lebih mencolok di terlihat daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.
Setelah bersilaturahmi sejak pagi hingga siang hari warga umumnya melakukan rekreasi mengunjungi objek-objek wisata di luar kota Denpasar.
Objek wisata yang menjadi sasaran kunjungan antara lain objek wisata Bedugul, Tanah Lot, Alas Kedaton di Kabupaten Tabanan maupun objek wisata Sangeh, Kabupaten Badung yang "mengoleksi" ratusan ekor kera.
Sebagian masyarakat kota Denpasar lainnya mengunjungi pantai Sanur, Kuta, atau sekedar duduk-duduk di lapangan hijau Puputan Badung, maupun di Taman Kota Denpasar.
Simak video pilihan berikut ini:
Pengungsi Gunung Agung Sembahyang di Hari Suci Galungan
Pengungsi Gunung Agung di sejumlah wilayah di Kabupaten Karangasem, Bali, melaksanakan persembahyangan pada Hari Suci Galungan, peringatan kemenangan darma (kebaikan) melawan adharma (keburukan).
"Persembahyangan dilaksanakan di Pura Merajan (keluarga), pura desa, dan pura-pura lainnya di wilayah desa kami," ucap Made Dwi (30), salah satu warga Desa Besakih, Rabu (1/11/2017), dilansir Antara.
Galungan tahun ini dirasakan berbeda jika dibandingkan perayaan serupa enam bulan lalu. Sebagian besar warga Besakih, kini harus menetap di pengungsian di sejumlah wilayah di Kabupaten Klungkung.
"Ada yang sudah pulang dan menempati rumah masing-masing. Tetapi, masih banyak pula yang di pengungsian karena banjarnya masuk kawasan rawan bencana," katanya.
Nengah Pondoh (60), warga Desa Sebudi mengaku pulang ke rumah untuk bersembahyang pada perayaan Hari Suci Galungan.
Pondoh sebelumnya sempat pulang guna mempersiapkan berbagai jenis kebutuhan jelang Galungan. Sanak keluarga pria mempersiapkan penjor dan makanan, sedangkan yang perempuan mempersiapkan sarana banten (sajen) dan persembahan.
Jarak rumah yang hanya empat kilometer dari puncak kawah membuatnya was-was tinggal terlalu lama di desanya. "Kalau sudah malam pasti kembali ke pengungsian. Takut juga kalau lama-lama di rumah. Cari aman saja," tutur dia, sembari membuat penjor Galungan.
Sebelumnya, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyatakan, bagi pengungsi yang berada di zona merah dipersilakan pulang kembali ke desa masing-masing untuk melaksanakan persembahyangan Galungan.
Pastika berpesan agar para pengungsi tetap menjaga kewaspadaan dan secara khusus berdoa sembari berharap keadaan segera membaik pascapenurunan status Gunung Agung dari Awas ke Siaga.
Advertisement
Pemotongan Massal Ribuan Babi Jelang Hari Raya Galungan di Bali
Masyarakat Bali melakukan pemotongan ribuan ekor babi secara massal pada hari Penampahan Galungan, sehari menjelang hari raya umat Hindu terbesar di Pulau Dewata, Selasa (31/10/2017).
Dari hasil pantauan di daerah pedesaan Kabupaten Tabanan, Badung dan Gianyar, ribuan ekor babi yang dipotong dalam waktu bersamaan itu sebelumnya telah disiapkan dengan baik oleh masyarakat di masing-masing banjar (dusun). Persediaan sangat mencukupi sehingga tidak perlu mendatangkan babi dari kabupaten lain.
Dengan demikian, kebutuhan babi atau dagingnya dalam jumlah banyak pada waktu yang bersamaan tidak menyebabkan terjadinya lonjakan harga yang signifikan.
Sementara, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra mengatakan, persediaan babi di masyarakat untuk Hari Raya Galungan sekitar 22.000-25.000 ekor. Hal itu meningkat dua kali lipat dibanding pemotongan pada hari biasa berkisaran 11.000-12.000 ekor.
Bali sejak dulu tidak pernah kekurangan stok daging babi karena para peternak sudah mengetahui kapan waktunya memelihara babi dan kapan sebaiknya babi dijual untuk dipotong.
Meskipun masyarakat Bali mayoritas beragama Hindu, ucap dia, tidak semuanya mengonsumsi daging babi saat Hari Galungan yang kali ini jatuh pada 1 November 2017.
"Jika kita ambil sekitar 750.000 KK warga Bali yang mengonsumsi daging babi maka stok daging babi yang tersedia untuk satu keluarga bisa 3-4 kilogram," ucapnya.
Sumantra menambahkan secara prinsip jumlah stok babi tersedia, baik induk maupun anakan. Persoalannya tinggal mau dipotong atau tidak itu tergantung kondisi lapangan.
"Berdasarkan pemotongan tahun 2016, sebenarnya jumlah pemotongan babi serangkaian Galungan tidak terlalu fantastik juga, yakni berkisar 17.000-20.000 ekor. Jadi, untuk Galungan ini kami prediksi juga tidak jauh dari jumlah konsumsi tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Masyarakat Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan sekitar 27 km barat laut Denpasar, misalnya melakukan pemotongan babi secara patungan pada pagi hari. Ketika menjelang matahari terbit pemotongan itu sudah selesai.
Masing-masing KK memperoleh bagian enam sampai tujuh kilogram daging babi. Kemudian, bersama anggota keluarganya, daging babi itu diolah dalam berbagai menu makanan khas Bali.
"Ada yang diolah menjadi lawar dan be balung untuk makan hari ini dan besok, maupun olahan urutan yang bisa tahan dalam beberapa hari hingga hari raya Kuningan," tutur seorang warga setempat Pan Santi.
Ia menuturkan, seekor babi dengan berat 100 kg milik salah seorang warga dibeli secara patungan dengan pembagian sama rata.
Sementara masyarakat perkotaan, khususnya di Kota Denpasar hanya sebagian kecil yang melakukan pemotongan babi. Mereka kebanyakan membeli dalam bentuk daging babi yang sudah bersih siap olah di pasar-pasar tradisional.
Masyarakat Bali, baik di kota maupun pedesaan pada hari Penampahan Galungan tetap melakukan tradisi "ngelawar" dan membuat aneka jenis masakan khas Bali.