Liputan6.com, Jakarta Alergi bronkitis (saluran pernapasan), yang dialami Wulan Kusuma Wardhani, 34 tahun, membuat dirinya menyadari pengaruh lingkungan sekitar. Ia merasakan sesak napas yang sangat berat. Dokter spesialis paru-paru yang menanganinya mengungkapkan, pemicu Wulan menderita alergi bronkitis dari luar rumah, bukan dari dalam rumah.
Baca Juga
Advertisement
Pemicu dari luar rumah, khususnya adalah udara kotor dan polusi udara yang ada di Jakarta. Sejak didiagnosis menderita alergi bronkitis tahun 2006, wanita yang tinggal di Pondok Gede, Bekasi, ini baru menyadari betapa kotornya udara di Jakarta.
“Sejak didiagnosis itu aku baru sadar buat pakai masker. Sebelumnya sih, aku enggak pernah pakai masker, cuek aja kalau keluar rumah. Waktu itu belum sadar juga, udara di Jakarta terbilang kotor,” tutur Wulan seusai menikmati croissant.
Saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Plaza Festival, Kuningan, Jakarta pada Rabu (1/11/2017), kini, tiap hari ke luar rumah, wanita yang berprofesi sebagai pekerja media di Jakarta ini selalu memakai masker. Perjalanan Wulan didiagnosis alergi bronkitis termasuk panjang.
Pada pemeriksaan awal melalui rontgen, dokter yang ahli membaca hasil rontgen mengungkapkan, Wulan menderita radang paru-paru. Ia pun memeriksakan diri ke rumah sakit, yang agak besar di Jakarta Timur.
Pada akhirnya, ia dirujuk ke dokter spesialis paru-paru.Dokter spesialis paru-paru menyatakan, dirinya menderita alergi bronkitis. Untuk pengobatan, ia diberikan obat untuk membuka saluran pernapasan.
Sesak napas yang terjadi akibat adanya cairan yang ada di saluran pernapasan. Selain itu, ia juga menjalani terapi uap. Terapi uap untuk mengencerkan cairan yang ada di saluran pernapasan sehingga jalan napas bisa lancar.
Simak video menarik berikut ini:
Masih bisa beraktivitas
Alergi bronkitis yang diderita Wulan tidak menghambat dirinya beraktivitas. Ia masih bisa bekerja hingga naik transportasi publik.
“Meski rada sesak napas, tapi enggak perlu sampai bed rest (istirahat total) di rumah. Aku masih bisa mikir soal kerjaan juga kok,” ujar Wulan, kelahiran Jakarta, 22 Juni 1983 sambil tertawa.
Dari tahun 2006-2015, maksimal dua kali setahun, alergi bronkitis Wulan kambuh. Tahun 2014, alergi bronkitis tidak kambuh. Derita alergi bronkitis, Wulan juga tetap bersih-bersih rumah.
“Kalau bersih-bersih rumah harus pakai masker. Saat melakukan itu, memang alerginya enggak kambuh. Hanya saja kalau enggak pakai masker, debu yang terhirup bikin bersin-bersin,” ujarnya.
Advertisement
Jogging dan jalan kaki
Orang yang menderita alergi bronkitis sangat disarankan untuk olahraga. Wulan mengaku, kalau dirinya rajin bangun pagi dan kerap jogging.
“Enggak tiap pagi atau tiap hari juga joggingnya. Kalau lagi rajin bangun pagi aja. Paling tiap dua hari sekali jogging 3 km. Kalau enggak sempat jogging, olahraga pakai sepeda statis di rumah. Aku punya sepeda statis juga,” kata Wulan, yang juga suka jalan kaki.
Waktu jogging memakan waktu setengah jam. Renang sebenarnya sangat direkomendasikan bagi penderita alergi bronkitis karena olahraga yang sangat bagus untuk paru-paru. Namun, Wulan tidak sempat berenang.
“Masalahnya, kalau renang kan aku cuma punya waktu hari Sabtu. Nah, hari Sabtu itu kolam renangnya rame banget. Banyak juga anak-anak yang berenang. Jadi, aku hampir enggak bisa berenang. Akhirnya, aku olahraga semampunya aku aja. Enggak harus renang, yang penting olahraga yang bisa memperkuat paru-paru. Jogging juga bagus buat paru-paru,” tutur Wulan, yang juga ikut bulutangkis tiap hari Selasa di kantornya.
Jalani tes alergi
Alergi bronkitis terus terpikirkan di benak Wulan, apa saja yang menjadi pemicu timbulnya alergi bronkitis. Saking penasaran dengan hal tersebut, ia menjalani tes alergi pada tahun 2010. Tes alergi ini bukan disuruh atau diminta dokter, melainkan dari kesadaran pribadi.
“Aku ikut tes alergi itu kesadaran aja. Waktu itu, aku tes alergi di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jadi, aku tes dengan skin prick (tusuk kulit). Tesnya dikasih allergen,” jelas Wulan sambil mencontohkan kulitnya ditusuk-tusuk.
Setelah hasil pemeriksaan keluar. Ia sempat terheran-heran. Ada beberapa hasil tes yang tidak cocok dengan yang ia alami.
“Hasil tesnya, aku dibilang alergi tungau (kutu), bulu anjing dan kucing, kecoak, tepung jagung, pisang, dan stroberi. Tapi lucunya, aku enggak alergi bulu anjing dan kucing. Aku juga enggak pernah batuk atau bersin di dekat anjing dan kucing. Kayaknya kecoak juga enggak pernah deh. Tepung jagung, pisang, dan stroberi kenyataannya aku makan ya enggak ada gangguan apapun,” ucap Wulan dengan mimik yang ikut heran.
Penyebab hasil tes alergi yang tidak sesuai dengan dirinya ternyata tidak ia tanyakan ke dokter. Sejak itu, Wulan tidak pernah ke dokter lagi. Kalau soal tungau, yang ukurannya sangat dan tidak terlihat mungkin benar. Tiap kali bersih-bersih rumah, ia harus pakai masker agar tidak bersin-bersin.
Advertisement
Pernah alergi udang
Meski Wulan menderita alergi bronkitis, ia juga menceritakan, dirinya pernah terkena alergi udang. Di tahun 2010, ia bersama temannya makan udang di sebuah restoran di Gambir. Malam harinya, ia langsung gatal-gatal dan timbul bercak merah di seluruh badan.
“Aku gatal-gatal di seluruh badan. Teman aku juga gatal, tapi gatalnya di tangan. Akhirnya, ke dokter, dibilangnya alergi dan dikasih obat penghilang gatal-gatal,” ucapnya.
Setelah kejadian itu, Wulan pernah setop makan udang. Lalu enam bulan kemudian, ia mencoba kembali makan udang dan tidak lagi gatal-gatal.
“Kayaknya sih ya, udang di restoran itu enggak diolah dengan bersih. Buktinya, aku makan udang lagi, enggak gatal-gatal. Tapi kalau makan di di restoran itu lagi, jadi enggak mau pesan udang. Aku pesan menu lainnya aja,” tawa Wulan.