Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto mempraperadilankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadikannya sebagai tersangka kasus e-KTP. Dia pun memenangkan gugatan tersebut.
Selama ini, dia bungkam terkait gugatan tersebut. Namun, saat bersaksi dalam sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, dia mengungkap alasannya mempraperadilankan KPK.
Advertisement
"Karena ini menyangkut nama baik. Maka kami mengajukan praperadilan," ujar Setya Novanto, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2017).
Dia mengaku tidak menerima sepeserpun uang proyek pengadaan e-KTP. Dia yakin, itu hanya fitnah yang dibuat oleh orang yang ingin menyudutkannya.
"Meskipun saya mengetahui ada beberapa pihak yang ingin membawa-bawa nama saya," kata Setya Novanto.
Sebelumnya, Setya Novanto disebut menerima jatah Rp 574 miliar dari total nilai pengadaan e-KTP. Dia juga disebut sebagai otak dari kasus ini.
Hal itu terungkap dalam dakwaan jaksa pada KPK terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
"Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong mendapat bagian sebesar 11 persen, atau sejumlah Rp 574,2 miliar," ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Atas dasar inilah KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.
"Saudara SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Narogong), diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa e-KTP," kata dia.
Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Putusan Praperadilan
Hakim Cepi Iskandar membacakan putusan sidang praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 29 September 2017 sore.
Cepi menyatakan, status tersangka yang ditetapkan oleh KPK terhadap Setya Novanto tidak sah.
Menurut dia, penetapan tersangka terhadap ketua DPR RI ini menyimpang karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement