Liputan6.com, Pekanbaru - Tiga anggota sindikat narkoba Malaysia divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau. Selain itu, ada pula tiga terdakwa lainnya yang divonis 20 tahun penjara dan satu terdakwa dihukum 15 tahun. Mereka disidangkan majelis hakim dengan ketua sidang berbeda-beda.
Khusus untuk terdakwa mati bernama Ramli, majelis hakim sempat menskors sidang. Beberapa menit terjadi perdebatan antara tiga hakim terkait nasib Ramli, hingga akhirnya sidang kembali dibuka dengan ketokan palu.
"Memvonis terdakwa dengan hukuman mati," ucap Ketua Majelis Hakim PN Pekanbaru, Toni Irvan, kepada terdakwa yang sebelumnya dituntut hukuman penjara seumur hidup itu, Kamis malam, 2 November 2017.
Dalam kasus ini, Ramli bertugas menjemput 5 kilogram sabu dan 1.499 butir ekstasi asal Malaysia untuk dibawa ke Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau. Barang haram itu kemudian diserahkannya kepada terdakwa Harianto dan Soeripto untuk dibawa ke Kota Pekanbaru, pada Maret 2017.
Baca Juga
Advertisement
Harianto dan Soeripto dalam kasus ini juga divonis mati. Sebelumya, keduanya memesan sabu dan ekstasi ke bandar besar di Malaysia. Setelah narkoba dijemput Salim dan dibawa ke Rupat, Soeripto mengambil dan ditunggu Harianto di mobil untuk dibawa ke Pekanbaru.
Dalam perjalanan, keduanya ditangkap di jalan lintas Minas-Pekanbaru. Salim juga akhirnya diringkus. Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Riau kemudian mengembangkan penyelidikan. Satu per satu kurir narkoba untuk Medan, Jambi, dan Kota Pekanbaru, akhirnya ditangkap.
Para kurir sindikat narkoba Malaysia itu adalah Khairuddin, Anton, Arianto, dan Agung Wijaya. Selain Agung Wijaya, tiga terdakwa tersebut divonis 20 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar dan hukuman tiga bulan kurungan jika denda tak dibayar.
"Untuk terdakwa Agung Wijaya divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsider tiga bulan kurungan," ujar hakim lainnya, Abdul Aziz.
Saksikan video pilihan berikut:
Lolos Vonis Hukuman Mati, 4 Terdakwa Tetap Banding
Para terdakwa yang selamat dari vonis hukuman mati ini tidak terima dengan vonis hakim. Mereka langsung menyatakan banding ke pengadilan tinggi. Sementara, tiga terdakwa yang divonis mati menyatakan masih pikir-pikir mengajukan banding.
Terdakwa Agung dalam pembelaan pada sidang sebelumnya, menyebut tidak tahu-menahu ketika mendapat perintah menjemput barang di Jalan Paus, Pekanbaru. Dia beralasan diminta temannya yang saat ini masih buron dan diberikan uang Rp 5 juta untuk mengobati istrinya di rumah sakit.
Menurut majelis hakim, para terdakwa tidak ada hal yang meringankan. Mereka dinilai dengan sengaja meracuni generasi bangsa dengan sabu dan ekstasi yang dibeli dari Malaysia untuk diedarkan ke Pekanbaru, Jambi, dan Medan.
"Para terdakwa merupakan bagian dari sindikat internasional," kata hakim.
Para terdakwa dinyatakan majelis hakim terbukti bersalah melanggar Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sekadar informasi, terdakwa Arianto ditangkap di Jalan Riau Ujung. Keduanya dari Medan dan berniat menjemput barang dari Soeripto dan Harianto.
Seperti halnya Agung, keduanya masuk jebakan BNN. Petugas sempat melepaskan tembakan sebelum menangkap keduanya pada Maret 2017. Sementara, Khairuddin yang merupakan buronan kasus perampokan juga masuk dalam pancingan BNN.
Advertisement
Pulang dari Malaysia, Pria Asal Aceh Selundupkan Sabu
Sementara, di Kota Medan, Sumatera Utara, petugas Bea dan Cukai menggelar paparan kasus penyelundupan sabu di Bandara Kualanamu, beberapa waktu lalu.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kualanamu, Zaky Firmansyah mengatakan pelaku penyelundupan sabu merupakan warga Aceh yang baru saja tiba di Bandara Kulanamu. Dia baru saja turun dari pesawat yang membawanya terbang dari Malaysia.
"Di dalam tas pelaku berinisial MN tersebut, petugas menemukan sabu seberat 256 gram. Pelaku merupakan penumpang pesawat Air Asia AK 396 yang terbang dari Kuala Lumpur, Malaysia," kata Zaky didampingi Kepala BNN Provinsi Sumut, Brigjen Pol Andi Loedianto, Kamis, 2 Februari 2017.
Zaky menjelaskan, pria usia 26 tahun tersebut ditangkap pada Selasa, 28 Februari 2017. Saat itu, petugas Bea dan Cukai mencurigai seorang pria yang baru saja tiba di Bandara Kualanamu. Petugas memeriksa dan menemukan sabu disembunyikan dalam tasnya. Pelaku mengaku "serbuk setan" itu didapat dari temannya berinisial MS yang berada di Malaysia.
"Kasus ini tengah dikembangkan Polda Sumut," ucap dia.
Selain MN, petugas juga meringkus seorang warga negara Malaysia berinisial MAB. Pria 40 tahun ini merupakan penumpang Air Asia QZ 103. Ia dicokok di Bandara Kualanamu karena kedapatan membawa 74 butir Alprazolam, jenis psikotropika golongan IV.
Penangkapan terhadap MAB dilakukan petugas pada 27 Februari lalu, sekitar pukul 23.30 WIB. Saat itu, MAB baru saja turun dari pesawat yang membawanya dari Penang ke Kualanamu.
"Dari pengakuan pelaku, Alprazolam ini untuk dikonsumsi pribadi," sebut Zaky.
Kepala BNN Provinsi Sumut Brigjen Andi Loedianto mengatakan, petugas tengah mengembangkan kasus penyelundupan sabu tersebut untuk mencari pelaku lainnya. Menurut dia, selain jalur udara, pelaku-pelaku kerap menyelundupkan narkoba melalui jalur laut.
"Kita komitmen untuk tegas memberantas narkoba. Kita terus melakukan antisipasi," kata dia.