Liputan6.com, Makassar - Sepuluh tahun berlalu, Muh. Nasir (68), petani asal Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel) kini tak tahu harus berbuat apa lagi. Seluruh langkah telah diupayakan demi merebut kembali warisan neneknya berupa lahan seluas 3.750 meter persegi yang diserobot orang lalu didirikan tempat prostitusi.
Lahan tersebut terletak di lingkungan Jalange, Kelurahan Mallawa, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Sulsel. Muh. Nur Razak, kerabat Muh. Nasir mengatakan kini Nasir memilih meninggalkan kampung halaman dan merantau ke Kota Bontang, Kalimantan Barat.
Nasir, kata Razak, awalnya melaporkan masalahnya ke Polres Pare-Pare pada 3 Desember 2007 dengan dugaan penggelapan harta warisan neneknya dan penyerobotan yang dilakukan oleh Dahlan.
Baca Juga
Advertisement
Setelah laporannya diterima, pihak Polres Pare-Pare hari itu juga langsung mengarahkan Nasir mengalihkan laporannya ke Polres Barru dengan alasan, objek yang dilaporkan masuk dalam wilayah hukum Polres Barru.
Nasir pun, sambung Razak, kembali pulang ke Kabupaten Barru dan langsung menuju ke Polres Barru membuat laporan polisi sesuai arahan Polres Pare-Pare kala itu.
Nasir tak hanya melaporkan Dahlan yang berperan menggelapkan warisan neneknya. Ia juga turut melaporkan Sudirman dan Amri Bosang.
Sudirman diketahui membeli tanah warisan Nasir dari Dahlan seharga Rp 5 juta, sedangkan Amri yang berperan membangun rumah prostitusi di atas lahan warisan neneknya tersebut.
Proses penyelidikan oleh Polres Barru pun sempat berjalan hingga kasus yang dilaporkan Nasir ditingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan Dahlan sebagai tersangka karena perbuatannya dinilai telah memenuhi unsur pidana.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tersangka Meninggal Dunia
Selang beberapa bulan, Dahlan yang telah menyandang status tersangka dikabarkan meninggal dunia sehingga penyidik Reskrim Polres Barru berinisiatif menghentikan penyidikan kasus tersebut secara keseluruhan. Sementara, Sudirman dan Amri Bosang yang berstatus sebagai terlapor, tak diproses.
Kecewa dengan sikap Polres Barru tersebut, pada 2010, Nasir, kata Razak, kembali berjuang dan membuat laporan polisi ke Polsek Mallusetasi dengan dugaan pidana yang sama. Hanya saja pihak yang ia laporkan berbeda.
"Terlapor itu ada tiga orang yakni Guntur anak dari almarhum Dahlan karena menjual tanah timbunan dari lahan milik Nasir ke PT Hutama Karya. Kemudian, terlapor lainnya ada bernama Hajrah dan Aco yang membangun rumah prostitusi diatas lahan itu," kata Razak yang selalu mendampingi Nazir dalam menghadapi masalahnya tersebut, Jumat, 3 November 2017.
Laporan polisi Nasir di Polsek Mallusetasi, kata Razak, juga sempat ditindaklanjuti. Penyidik Reskrim Polsek Mallusetasi menetapkan tiga orang yakni Guntur, Hajrah, dan Aco, menjadi tersangka.
"Lucunya belakangan Polsek Mallusetasi berubah haluan dengan menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang sifatnya menarik status tersangka ketiganya dengan alasan unsur pidana tak terpenuhi tapi kasus yang dilaporkan Nasir lebih ke ranah perdata," kata Razak.
Pada 2012, Nasir tetap tak patah semangat. Ia kembali berangkat menuju Kota Makassar dan melaporkan apa yang ia alami ke Polda Sulsel. Namun, Polda mengarahkan Nasir agar kembali berkoordinasi ke Polres Barru karena masalahnya selama ini sudah ditangani Polres Barru.
Meski kecewa, semangat Nasir kala itu tak pupus, ia memberanikan diri berangkat ke Jakarta menuju kantor Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI dengan meminjam uang ke kerabatnya untuk membeli tiket pesawat. Tiba di Kompolnas, aduan Nasir pun diterima.
Advertisement
Jawaban Kompolnas
Pada 2013, Kompolnas memberikan jawaban tertulis terhadap masalah yang dihadapi Nasir. Dimana dalam surat jawaban bernomor B/339/III/2013, Kompolnas menduga penyidik Polres Barru maupun Polsek Mallusetasi tidak cermat atau secara sengaja mengaburkan hasil penyelidikan sehingga tidak dapat memenuhi unsur pidana pasal 167 KUHPidana yang dilaporkan pengadu dalam hal ini Nasir.
Tak hanya itu, Pasal 335 KUHP, menurut Kompolnas, juga seyogyanya dapat dibuktikan berdasarkan bukti dan saksi-saksi yang diajukan karena telah memenuhi unsur pidana dan dapat ditingkatkan ke penyidikan.
Tak sampai di situ, dalam suratnya Kompolnas juga berharap Irwasda Polda Sulsel dapat menindaklanjuti pengaduan dimaksud sesuai ketentuan yang berlaku dan memberi penjelasan yang memadai tentang perkembangan penanganannya kepada Kompolnas untuk disampaikan kepada pengadu dalam hal ini Nasir.
"Jawaban surat Kompolnas bahkan empat kali terbit sejak 2013, 2015, 2016 hingga 2017 dengan intruksi yang sama tapi lagi-lagi tak ditindaklanjuti oleh Polda Sulsel dan jajarannya Polres Barru maupun Polsek Mallusetasi. Artinya pelapor sebagai rakyat biasa ke mana lagi harus mengadu," ucap Razak.
Razak selaku kerabat Nasir berharap Kapolda Sulsel yang baru Irjen Pol Muktiono bisa merespon masalah yang dihadapi Nasir yang selama 10 tahun dipimpong tak ada kejelasan.
"Semoga Allah mengetuk nurani pak Kapolda yang baru ini. Agar segera bertindak tegas menegur dan memerintahkan Kapolres Barru untuk melanjutkan kasus yang dilaporkan Nasir sejak tahun 2007 yang sengaja dibiarkan mangkrak tersebut," harap Razak.
Terpisah, Inspektorat Pengawas Daerah (Irwasda) Polda Sulsel, Kombes Pol Lukas mengatakan pihaknya akan segera menindak lanjuti intruksi Kompolnas sebagai jawaban atas masalah yang dialami oleh warga Kabupaten Barru yang bernama Nasir tersebut.
"Ok direspons. Kami akan segera tindaklanjuti itu," jawabnya via pesan singkat.