Liputan6.com, Jakarta Setelah sekian lama vakum alias tidak ada kegiatan seni yang menghiasi acara kampus utamanya di Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, Jumat (3/11) siang hingga tengah malam nanti pelataran parkir kampus calon pengacara ini ramai dipenuhi mahasiswa. Panggung setinggi kurang lebih semeter disediakan untuk tampil para pemain band yang bakal meramaikan acara bertajuk Mahakarya Festival 2017 ini hingga tengah malam.
Advertisement
"Sejak pilgub lalu kami terpecah. Gap dimana-mana terjadi. Kami tidak ingin ini terus-menerus terjadi. Karena itu, acara ini menjadi momen bagi kami untuk kembali konsolidasi satu sama lain, bersatu kembali tanpa pandang kelompok,"ujar Maya juru bicara panitia yang juga menjadi penggagas kegiatan ini.
Maya mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan agar para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasila tak hanya berkutat pada hal-hal yang serius, melainkan juga masuk dalam hal-hal yang terkait dengan kesenian. "Prestasi banyak sekali, piala yang terkumpul banyak tapi itu untuk acara dan kegiatan-kegiatan yang semuanya serius seperti debat, dan lain-lain. Kegiatan ini diharapkan memberi suasana lain bagi kampus kami tercinta,"ujar Maya yang pernah menggondol gelar Sarjana Biologi ini.
Tak heran, selain band juga tampil kegiatan donor darah di awal acara, tampilan para skater, juga menggambar mural di dinding. Kali ini didatangkan para seniman dari Institut Kesenian Jakarta yang masih muda-muda dengan ide-ide yang liar. Setidaknya ada enam dinding papan seluas 4 x 4 meter yang dimanfaatkan oleh para seniman muda ini berekspresi.
Tenda-tenda di sepanjang area masuk dipenuhi berbagai macam jajanan yang disediakan sendiri oleh para mahasiswa. Anda boleh jajan apa saja. Tanpa takut lapar hingga malam nanti.
Suara Seniman Mural
Mural sebagai salah satu bentuk ekspresi jiwa bagi para seniman maupun masyarakat awam atas ketidakberdayaan mereka dengan situasi yang ada tetap menjadi sarana yang mudah, murah, dan relevan. Senin menggambar ini merupakan bagian dari seni murni juga grafis yang sudah berkembang sejak lama, saat manusia mendiami gua-gua. Namun, seni ini makin mendapat tempatnya di zaman Renaissance dan Baroque.
Berbeda dengan grafiti yang lebih menekankan hanya pada isi tulisan dan kebanyakan dibuat dengan cat semprot maka mural tidak demikian, mural lebih bebas dan dapat menggunakan media cat tembok atau cat kayu bahkan cat atau pewarna apapun juga seperti kapur tulis atau alat lain yang dapat menghasilkan gambar.
Salah satu hasil karya seniman mahasiswa IKJ dan Sekolah Menengah Seni Rupa Yogyakarta, Ayu Maulani dan Yunazzil Muhlish menyuarakan gejala yang terjadi zaman sekarang. Zaman ini dipenuhi dengan banyaknya orang yang bebas bersuara, berpendapat, berekspresi lewat media apa aja. Namun seringkali kebebasan ini tidak digunakan dengan tepat.
Lewat mural ini Ayu dan Yunaz yang menggunaan media cat tembok hendak mengajak masyarakat agar meski bebas berekspresi kita juga bertanggung jawab atas apa yang kita sampaikan. "Jangan sampaikan yang kita ungkapkan itu justru menyakiti orang lain. Ujaran kebencian dan hal-hal negatif membuat dunia kita runyam,"ujar Yunaz.
Karya yang lain, sebut saja Paksi menggambarkan seorang tokoh bersorban memegang rokok yang digamit seorang pria berjas hitam dan bilang "Kemana aja sih, bro. Balik kali. Cewek Loe nungguin, tuh!" menggambarkan tokoh tertentu yang hendak dikritiknya.
Ada juga gambar wajah seseorang bertopi laken berkaca mata. Dalam kaca matanya tergambar jelas, pohon-pohon yang sudah ditebangi. Menggambarkan ironi yang terjadi di hutan-hutan Indonesia.
Advertisement