Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiaso Lukito mengecam tegas negara-negara Eropa karena berlaku tak adil terhadap pasar sawit internasional. Menurut dia, Eropa sudah cukup keterlaluan dengan kampanye hitam sawit yang diembuskan selama ini.
Kementerian perdagangan telah mengkaji, tidak ada hal yang perlu dikahawatirkan terkait pemakaian produk sawit, baik segi kesehatan, lingkungan maupun ketenagakerjaan. Sehingga tidak alasan negara-negara Eropa melarang pemakaian minyak sawit.
"Saya kira ini hanya propaganda. Persaingan yang tidak sehat," ujarnya seperti ditulis Minggu (5/11/2017).
Mendag berjanji akan mengambil langkah defensif-reaktif. Dalam hal ini, ia akan menempuh cara yang sama sebagaimana yang Eropa lakukan kepada Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau Eropa melarang sawit, kami akan melarang bubuk susu masuk ke Indonesia," jelasnya.
Ancaman itu disampaikan Mendag secara serius sebagai sikap pemerintah atas ketidakadilan pasar Eropa dalam memperlakukan minyak sawit. Sikap itu diambil sebagai reaksi dari Resolusi Sawit yang diterapkan parlemen Uni Eropa.
“Eropa kalau mau bersaing, mari bersaing yang sehat. Perlakukan sawit secara adil,” tegasnya.
Mendag mengatakan, mudah saja baginya melarang produk-produk Eropa seperti bubuk susu dan wine. Indonesia bisa saja berdalih jika larangan produk susu itu untuk melindungi peternak lokal.
Tidak hanya Eropa, Mendag akan memperlakukan cara yang sama terhadap negara-negara yang menggangu ekspor sawit. “Jangan mengimpor produk wine dan bubuk susu dari negara yang menggangu,” ujarnya.
Mendag merasa perlu memperjuangkan nasib sawit di kancah internasional lantaran sawit menjadi sumber devisa negara paling besar di bidang perkebunan.
Selain itu, Indonesia menjadi satu-satunya negara eksportir sawit paling tinggi di seluruh dunia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kampanye hitam
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Bambang Aria Wasesa, mengatakan kampaye hitam Eropa terhadap produk sawit Indonesia telah berlangsung sejak lama. Berbagai macam cara juga telah ditempuh pemerintah maupun pengusaha sawit untuk menanggulangi kampanye hitam tersebut.
Salah satunya, kata Bambang, dengan menerapkan pola kemitraan antara perusahaan skala besar dengan perkebunan rakyat. Kemitraan ini nantinya mencakup pemberian modal dan penyediaan bibit sawit unggul untuk program replanting (penanaman kembali).
"Hal itu yang akan menjadi fokus IPOC tahun ini," ujarnya dalam acara silaturrahmi jelang Konferensi Sawit Internasional (IPOC) 2017 di Bali, Kamis (2/11/2017).
Bambang menjelaskan, pola kemitraan itu sekaligus menepis anggapan bahwa perusahaan sawit sekala besar meninggalkan perkebunan rakyat. Dengan kemitraan ini, perusahaan sawit berskala besar akan membantu perkebunan rakyat untuk meningkatkan produktivitas.
“Untuk mempersempit kesenjangan produktivitas ini, strategi terbaik adalah kemitraan antara perusahaan dengan perkebunan rakyat,” jelas dia.
Direktur Tropical Peat Research Institute (TPRI) Serawak Malaysia, Lullie Melling mengamini manfaat kemitraan antara pengusaha dengan kebun rakyat tersebut. Guna menunjang kelanjutan produktivitas sawit di Indonesia.
Pakar gambut itu juga menambahkan, program kemitraan antara perusahaan dengan perkebunan rakyat akan menjamin tata kelola yang berkelanjutan. Termasuk tata kelola perkebunan masyarakat di lahan gambut.
“Tuntutan global agar industri kelapa sawit nasional semakin berkelanjutan juga akan terjawab,” dia menjelaskan.
Advertisement