Spesies Kera Besar Terbaru Ada di Hutan Batang Toru

Panggilan jarak jauh orangutan dari Batang Toru berbeda dengan orangutan yang ada di Kalimantan dan di Leuseur.

oleh Reza Efendi diperbarui 05 Nov 2017, 10:05 WIB
Panggilan jarak jauh orangutan dari Batang Toru berbeda dengan orangutan yang ada di Kalimantan dan di Leuseur. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Liputan6.com, Medan - Spesies kera besar terbaru di dunia ditemukan. Bernama Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies baru itu hanya ditemukan di ekosistem Batang Toru yang meliputi hutan dataran tinggi, tersebar di tiga daerah Tapanuli, Sumatera Utara.

Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi mengatakan, populasi spesies terbaru itu diperkirakan berjumlah 800 ekor dan perlu dilindungi. Sebagai orang nomor satu di Sumut, ia mendukung Orangutan Tapanuli masuk dalam daftar spesies sangat terancam punah.

"Spesies ini terancam punah, harus kita kembangkan agar dapat menjadi andalan Sumut. Spesies ini harus dilindungi, tidak boleh diburu," kata Erry, Sabtu, 4 November 2017.

Ia menyatakan Pemerintah Provinsi Sumut siap mengeluarkan aturan penyelamatan spesies baru orangutan itu. Ia juga mengharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dapat lebih selektif dalam mengeluarkan izin usaha di kawasan hutan Batang Toru.

"Ke depan dapat lebih selektif. Harus ada kajiannya, sehingga tidak mengganggu habitat mereka," ujarnya.

Erry menjelaskan, kawasan hutan lindung Batang Toru relatif termasuk hutan alam yang belum terjamah dengan luas 133.841 hektare, meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Hutan itu juga menjadi tempat bernaung alami berbagai jenis satwa liar yang sudah langka.

"Satwa liar itu seperti harimau, tapir, beruang madu, orangutan dan berbagai jenis burung seperti burung kuau, burung enggang, burung takur, dan burung pelatuk," jelasnya.

Erry menyebut, Pemprov Sumut berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah bekerja keras, baik peneliti lokal maupun peneliti mancanegara dengan dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, khususnya Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, termasuk Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut, sehingga dapat ditemukan spesies baru orangutan di kawasan hutan Batang Toru.

"Hasil penemuan ini dilaporkan dalam jurnal internasional terkemuka, Current Biology. Jenis orangutan baru ini dinobatkan sebagai spesies orangutan ketiga setelah Pongo pygmaeus (Orangutan Kalimantan) dan Pongo abeli (Orangutan Sumatera)," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 


Lindungi Hutan Perawan

Orangutan mengamati buah labu yang diukir, beberapa hari sebelum perayaan Halloween, di kebun binatang Budapest, Hungaria, 28 Oktober 2017. (Attila Kovacs / MTI via AP)

Sebagai Gubernur Sumut, Erry berharap penemuan ini nantinya dapat meningkatkan daya tarik wisata dan perhatian dunia ke Provinsi Sumut, khususnya kawasan hutan Batang Toru yang merupakan habitat alami satu-satunya orangutan Tapanuli.

"Semoga bisa menjadi daya tarik lagi," katanya.

Koordinator Program PAN ECO-SOCP Yayasan Ekosistem Leuser, Gabriella Fredricson mengatakan, spesies orangutan ini awalnya pada 2011 lalu, saat dilakukan penelitian oleh universitas dari Swiss dan IPB.

Kemudian, dari hasil penelitian itu disebutkan genetika orangutan di Tapanuli lebih dekat dengan genetika orangutan di Kalimantan dibandingkan genetika orangutan di ekosistem Leuser.

"Tentunya, ini menarik karena ada perbedaan ekosistem orangutan yang ada di Tapanuli dengan ekosistem yang ada di Leuser Aceh," ucap Gabriella.

Untuk memastikan perbedaan genetika orangutan tersebut, tidak bisa hanya sebatas dilihat dari perbedaan genetika, perlu dilakukan pengukuran morfologi, yakni pengukuran tengkorak dan lainnya.

Selanjutnya, Antoni Cahyo yang sedang menyusun disertasi di Universitas Canberra Australia, meneliti morfologi orangutan itu pada 2014. Antoni meneliti tengkorak orangutan Tapanuli.

Hasil penelitiannya memastikan ada perbedaan signifikan, baik dari orangutan yang ada di Kalimantan maupun orangutan yang ada di Leuser Aceh. Mereka juga meneliti suara orangutan Tapanuli yang juga berbeda dengan orangutan lainnya. Panggilan jarak jauh jantan dewasa orangutan Tapanuli berbeda dengan panggilan dari kedua jenis orangutan yang ada.

"Selain itu, dari sisi ekologi orangutan Tapanuli juga berbeda, mereka memakan jenis tumbuhan yang belum pernah tercatat sebagai jenis pakan," tutur Gabriella.

Dengan populasi yang minim, bahkan tersebar di tiga blok barat di Tapanuli Utara sebanyak 600 ekor, blok timur sekitar 150 ekor dan selebihnya berada di Cagar Alam Sibual Buali, jumlah orangutan Tapanuli sangat penting untuk diperbanyak.

"Penting dilakukan adalah, harus disambungkan populasi orangutan yang terpisah, dikarenakan pertanian ataupun jalan dan lainnya. Di banyak negara sudah dibuat koridor untuk satwa seperti terowongan dan jembatan. Ini untuk jangka panjang, kita harus memikirkannya," ungkapnya.

Mewakili Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Hotmauli Sianturi mengatakan, saat ini yang harus dilakukan adalah menjaga ekosistem orangutan Tapanuli. Apalagi, di kawasan hutan lindung Batang Toru juga ada kegiatan usaha dengan hak penggunaan lahan yang dapat mengancam keberadaan orangutan.

"Tugas kita mengomunikasikan dengan Pemda agar kita bisa menjaga hal ini. Caranya dengan membuat Pergub ataupun Perbup untuk menetapkan areal tersebut sebagai ekosistem satwa, sehingga kawasan itu menjadi hutan lindung dan dikelola Pemda," kata Hotmauli.

Kadis Kehutanan Sumut, Halen Purba mengatakan, keberadaan Orangutan Tapanuli ini bisa menjadi ikon baru Sumut. Untuk menjaga ekosistem ini, pihaknya akan mengatur tata ruang agar tidak merusak ekosistem dan penyelamatan spesies.

"Seperti melakukan skema-skema tertentu terhadap kegiatan usaha yang ada di kawasan tersebut," kata Halen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya