Liputan6.com, Riyadh - Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran dirinya secara tiba-tiba pada Sabtu, 4 November 2017. Kabar itu ia umumkan di sela-sela kunjungannya ke Arab Saudi.
PM Hariri mengklaim hidupnya dalam bahaya. Ia juga mengaku mendapat ancaman pembunuhan. Mundurnya Hariri sebagai perdana menteri membuat kekosongan pemerintahan di tengah krisis politik di Lebanon.
Advertisement
Dikutip dari CNN pada Minggu (5/11/2017), dalam keterangan yang ia umumkan di televisi saat berada di Riyadh, Hariri mengatakan ia takut akan adanya rencana pembunuhan yang akan menimpa dirinya. Hariri juga menuding Iran campur tangan di wilayah tersebut, menyebabkan "kehancuran dan kekacauan."
"Iran mengendalikan wilayah tersebut dan membuat keputusan di Suriah dan Irak," katanya.
"Saya ingin memberitahu Iran dan pengikutnya bahwa mereka akan kalah dalam intervensi terhadap urusan internal negara-negara Arab."
Iran menolak laporan tersebut, serta menuduh Amerika Serikat dan Arab Saudi mendalangi pengunduran diri Hariri.
"Pengunduran Hariri telah dikoordinasikan dengan Presiden AS Donald Trump dan Mohammad Bin Salman dari Arab Saudi," ujar pejabat Kementerian Luar Negeri Iran Hossein Sheikholeslam mengatakan kepada kantor berita Fars News.
"Pengunduran diri ini bertujuan untuk menciptakan ketegangan di Lebanon dan wilayah. Pengunduran diri ini juga dimaksudkan untuk memberi kompensasi kepada AS atas kegagalannya setelah kekalahan Daesh (ISIS)."
Dalam pidatonya, Saad Hariri, seorang politikus Sunni, juga menyebut Hizbullah, kelompok militan Syiah yang didukung Iran di Lebanon.
"Selama beberapa dekade terakhir, Hizbullah telah berhasil menerapkan sebuah fait accompli di Lebanon dengan kekuatan senjatanya," kata Hariri.
"Lebanon dan orang-orang Lebanon yang hebat menjadi sasaran badai dan dikenai kutukan internasional serta sanksi ekonomi karena Iran dan kaki tangannya Hizbullah," ujar Hariri.
Amerika Serikat sendiri telah menganggap Hizbullah sebagai kelompok teroris. Sementara itu, sayap politik yang dimiliki Hizbullah adalah blok paling kuat dalam pemerintahan koalisi Lebanon yang terpecah belah, dan beberapa politisinya menjabat sebagai menteri.
Presiden Lebanon Michel Aoun, seorang Kristen yang berafiliasi dengan Hizbullah, membenarkan bahwa dia menerima telepon dari Hariri tentang mengundurkan diri.
Kantor Aoun mengatakan bahwa dia akan menunggu Perdana Menteri kembali ke Beirut untuk membahas keadaan pengunduran dirinya.
Situasi yang Mulai Mencekam
Dalam pidatonya di Riyadh, Hariri mengatakan atmosfer di Lebanon kini sama dengan situasi 12 tahun lalu sebelum sang ayah, mantan PM Lebanon, Rafik Hariri, dibunuh. Mencekam.
"Kami tinggal di atmosfer yang mirip dengan atmosfer yang terjadi sebelum pembunuhan Perdana Menteri Rafik Hariri, dan saya merasakan ada rahasia kini tengah dibuat untuk menargetkan hidup saya, "katanya.
Ayah Hariri dibunuh pada bulan Februari 2005 saat sebuah bom menabrak iring-iringan mobilnya di dekat pinggir laut Beirut.
Sebuah pengadilan khusus yang didukung PBB menuding Hizbullah secara in absentia dalam pembunuhannya.
Hizbullah membantah terlibat.
Pembunuhan tersebut merupakan peristiwa penting di Lebanon, yang selanjutnya memicu perpecahan sektarian antara Muslim Sunni dan Syiah. Negara Mediterania memiliki populasi Kristen yang besar pula.
Kematian tersebut juga menyebabkan penarikan pasukan Suriah, yang ditempatkan di Lebanon antara tahun 1976 dan 2005. Mereka pertama kali datang sebagai penjaga perdamaian untuk membantu menghentikan perang sipil Lebanon namun bertahan setelah pertempuran tersebut berhenti pada tahun 1990.
Suriah telah mendominasi politik Lebanon untuk sebagian besar sejarah pasca-kemerdekaan.
Advertisement
Kisah di Balik Penunjukkan Hariri Sebagai PM
Presiden Lebanon Aoun meminta Hariri untuk menjadi perdana menteri tahun lalu. Dia memimpin sebuah kabinet persatuan nasional yang mencakup Hizbullah.
Ini menandai kedua kalinya Hariri sebagai perdana menteri.
Hariri pertama kali menjabat pada bulan Juni 2009. Kurang dari dua tahun kemudian, 11 anggota Hizbullah mengundurkan diri, menyebabkan pemerintah koalisi runtuh.
Di bawah Konstitusi Lebanon, presiden harus seorang Kristen Maronite, perdana menteri seorang Sunni dan ketua dari Parlemen harus dari seorang Muslim Syiah.
Awal tahun ini, Hariri bertemu Presiden Donald Trump di Gedung Putih. Mereka berbicara tentang masalah ekonomi dan tekanan pada Lebanon setelah masuknya 1,5 juta pengungsi Suriah di negara tersebut.
Trump juga memperingatkan tentang bahaya Hizbullah. "Ancaman terhadap orang-orang Lebanon berasal dari dalam juga. Hizbullah adalah ancaman bagi negara Lebanon, rakyat Lebanon dan seluruh wilayah," kata Trump saat itu.
"Kelompok ini terus meningkatkan persenjataan militernya, yang mengancam untuk memulai lagi konflik dengan Israel, yang terus-menerus melawan mereka kembali."