Menggali Potensi Uwi, Umbi yang Kaya Khasiat

Umbi uwi diyakini aman dikonsumsi penderita diabetes dan kolesterol.

oleh Zainul Arifin diperbarui 07 Nov 2017, 18:03 WIB
Uwi (Dioscorea alata) yang diyakini aman dikonsumsi penderita diabetes dan kolesterol (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Malang - Tangan Aminah cekatan memilah umbi-umbian yang tertumpuk di sebuah keranjang besar. Sebuah uwi putih diambilnya dan diletakkan di timbangan. Uwi seberat 1 kilogram itu dibungkus plastik, ditukar dengan selembar duit Rp 10 ribu oleh pembeli yang sudah menanti.

Nenek Aminah setiap hari berjualan di Pasar Bunulrejo, Kota Malang, Jawa Timur. Dikatakannya, rasa uwi cukup manis dan tak kalah dengan umbi – umbian lainnya.

"Cukup dikukus, direbus atau digoreng saja, setelah itu uwi sudah bisa dimakan. Dulu, ini biasa dimakan saat beras sulit didapat," kata Aminah di Malang, Senin, 6 November 2017.

Dahulu, uwi merupakan salah satu pangan alternatif, penolong di masa paceklik. Saat kemarau melanda, padi dan sagu belum bisa dipanen maka orang akan mengkonsumsi umbi seperti uwi. Umbi uwi bernama ilmiah Dioscorea alata ini masuk dalam suku uwi-uwian (Dioscorea spp).

Di tanah Jawa, uwi memiliki kerabat beragam dan dikenal dengan beberapa sebutan. Antara lain, gembili (Dioscorea esculenta), gembolo (Dioscorea bulbifera), sosohan (Dioscorea pentaphylla), dan gadung (Dioscorea hispida).

Kandungan nutrisi uwi lebih baik dibanding umbi-umbian lainnya seperti kentang, ubi jalar dan ubi kayu. Uwi berpotensi menjadi pangan alternatif yang menyehatkan, terutama untuk mereka yang menerapkan diet ketat atau penderita diabetes. Sayangnya, potensi uwi belum dimaksimalkan.

Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah meneliti uwi sejak 2012 lalu dengan tahapan mulai eksplorasi, koleksi jenis uwi, sampai analisis kandungan nutrisi.

Peneliti uwi di Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi LIPI, Fauziah mengatakan, penelitian saat ini masuk tahap seleksi kandungan nutrisi umbi uwi dan uji coba mengolahnya menjadi tepung.

"Butuh waktu lama karena ini untuk dikonsumsi manusia, harus berhati–hati. Sekarang penelitian fokus pada tiga kandungan nutrisi dalam uwi yakni karbohidrat, protein dan lemak," urai Fauziah.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Umbi uwi masih bisa ditemukan di pasar tradisional di Kota Malang (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Kandungan Gizi Uwi

Hasil penelitian sementara, kandungan di uwi (Dioscorea alata) untuk karbohidrat 20–30 persen, protein 2-4 persen dan lemak 0,2-0,6 persen. Artinya, uwi aman dikonsumsi sehari-hari bagi mereka yang sedang diet dan menderita penyakit kolesterol serta diabetes.

Penelitian fokus pada komposisi nutrisi yang tepat. Misalnya, penderita diabetes membutuhkan pangan berkadar gula rendah atau karbohidrat rendah serta kandungan serat tetap tinggi. Sehingga mengkonsumsinya tetap kenyang dan tak menimbulkan naiknya gula darah.

"Komposisi itu yang sedang kami cari. Ke depan, bukan produk mentahnya saja, tapi dikembangkan menjadi tepung agar orang mudah mendapatkannya," tutur Fauziah.

Jika sudah menjadi produk tepung, uwi bisa menjadi pangan alternatif untuk bahan roti dan kue. Ke depannya, gluten pada uwi juga dianalisis. Jika kadar gluten rendah atau nol, tepung uwi bisa sangat aman dikonsumsi para pengidap autis.

"Kalau terigu glutennya tinggi sehingga lengket. Penderita autis bisa mengkonsumsi bahan makanan dari tepung yang komposisi glutennya sangat kecil, ini masih diteliti," ucap Fauziah.

Sayangnya, uwi masih kalah populer dengan tanaman berumbi lainnya seperti kentang, ubi kayu maupun ubi jalar. Budidaya uwi pun belum dalam skala besar, sering dianggap tanaman liar yang tumbuh merambat di pekarangan. Padahal, uwi relative mudah ditanam dan dipanen saat musim kemarau.

"Dulu uwi dimanfaatkan saat musim kemarau dan di musim penghujan orang akan menanamnya lagi," ujar Fauziah.

Uwi ungu koleksi Kebun Raya Purwodadi LIPI (krpurwodadi.lipi.go.id)

Mengangkat Pamor Uwi

Nasib tanaman merambat ini jauh berbeda dengan umbi komersil seperti kentang, ubi kayu dan ubi jalar. Uwi jauh kalah populer meski sebaran tanaman ini mulai Jawa, Nusa Tenggara sampai Papua. Itu mengacu pada data statistik lahan dan produktivitas.

Mengutip dari laman kementan.go.id, di tahun 2016 luas panen ubi jalar mencapai 123.568 hektar dengan produksi sebanyak 2.169.315 ton. Untuk ubi kayu atau ketela pohon seluas 822.740 hektar produksinya mencapai 20.255.867 ton.

Sedangkan berdasarkan laman pertanian.go.id, di 2016 luas panen kentang mencapai 66.450 hektare dengan tingkat produksi sebanyak 1.213.038 ton. Masih di tahun itu, impor kentang tercatat sebanyak 26 ribu ton. Diversifikasi olahan ketiga umbi itu juga sudah lebih beragam.

Sedangkan uwi, berdasarkan buku Bioresources untuk Pembangunan Ekonomi Hijau terbitan LIPI pada 2013, luas areal tanaman ini secara nasional belum mencapai 1.000 hektar. Luas areal uwi di wilayah Asia Tenggara mencapai 19.000 hektar dengan tingkat produksi mencapai 249.000 ton.

Menunjukkan dioscorea itu belum mendapat perhatian di Indonesia. Keberadaannya masih dianggap sebagai tumbuhan liar, sehingga nilai jualnya rendah. Penelitian di Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi LIPI bertujuan untuk mengangkat pamor uwi. Apalagi ketika sudah bisa diolah menjadi tepung yang kaya nutrisi.

"Kalau pengembangan ke arah tepung uwi sudah selesai, saya yakin nilai ekonominya berpotensi lebih tinggi lagi," ucap Fauziah.

Jika secara keseluruhan penelitian sudah selesai, hasilnya bisa dilepas ke masyarakat. Tujuannya, mereka mau membudidayakannya kembali. Apalagi ada nilai ekonomi yang bisa didapat, ditambah lagi perawatannya jauh lebih mudah dibanding umbi lainnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya