Mendag Heran Beras Jadi Penyumbang Deflasi, Ini Jawaban BPS

Mendag Enggartiasto heran dengan data BPS terkait komoditas beras yang menjadi salah satu penyumbang terbesar inflasi Oktober 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Nov 2017, 09:45 WIB
Seorang kuli angkut memanggul beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Pedagang beras Cipinang sudah menerapkan dan menyediakan beras medium dan beras premium sesuai harga eceran tertinggi (HET). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita heran dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan beras menjadi salah satu penyumbang terbesar inflasi Oktober 2017. Beras memberikan andil sebesar 0,04 persen di inflasi Oktober 0,01 persen. Menurut Mendag harga beras cukup stabil pada Oktober kemarin.

Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk menegaskan, realisasi inflasi pada bulan kesepuluh ini sebesar 0,01 persen termasuk kecil. Berdasarkan survei yang dilakukan BPS di 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), ada andil inflasi 0,04 persen pada inflasi di Oktober tersebut.

"Total inflasi di Oktober kecil ya 0,01 persen, tidak ada apa-apanya. Kemarin kami bilang, yang lain deflasi, tapi beras harus diwaspadai. Tapi andil inflasi beras kan cuma 0,04 persen, itu juga nothing," tegas Kecuk saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Dia mengungkapkan, ada sumbangan inflasi dari beras karena BPS melakukan survei di 82 kota IHK. Hasilnya ada kenaikan tipis dari harga jual beras. Penyebabnya karena beras medium selama beberapa hari tidak tersedia di pasar.

"BPS survei di 82 kota, kami cek harga setiap minggu, dan itu ada kenaikan tipis tapi masih di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET). Diakui juga oleh teman-teman Kemendag untuk beras medium tidak tersedia di pasar," jelas Kecuk.

Sebelumnya, Mendag Enggartiasto heran dengan data BPS terkait komoditas beras yang menjadi salah satu penyumbang terbesar inflasi Oktober 2017. Beberapa harga komoditas termasuk beras tidak mengalami gejolak kenaikan pada Oktober 2017. Namun dari laporan BPS, beras menjadi salah satu penyumbang inflasi sebesar 0,04 persen. Dia pun heran karena seharusnya beras mengalami deflasi.

"Semua turun dan terkendali. Jadi luar biasa menurut saya, 0,04 persen ini pun kami berdebat, kok bisa 0,04 bukanya deflasi 0,04 persen. Karena harga semuanya di bawah harga tertimbang mereka ini," kata Enggartiasto, di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Sabtu (4/11/2017).

Enggartiasto mengaku telah melakukan pantauan langsung ke beberapa wilayah di Indonesia‎ Timur. Fakta yang didapat pasokan beras cukup untuk memenuhi kebutuhan dan harga beras berada di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET).

"Kemarin saya ke NTT, ke Kupang, Labuan Bajo, Manado, Tomohon, Bitung, semua harga di bawah HET. Jadi yang di ujung (Indonesia Timur) sana saja bagus," ujarnya.

Enggartiasto pun enggan mempersoalkan data BPS terkait beras sebagai penyumbang inflasi. Meski kondisi harga tidak mengalami kenaikan, bahkan mengalami penurunan.

"Ya sudah jangan berdebat, kami menerima. BPS lebih ahli dari pada kita saya kan urusan dagang saja," tutup dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Harga eceran

Berikut daftar HET beras premium dan medium:

- Jawa, Lampung dan Sumatera Selatan, beras medium Rp 9.450 per kg dan premium Rp 12.800 per kg.

- Sumatera (tidak termasuk Lampung dan Sumatera Selatan) beras medium Rp 9.950 per kg, premium Rp 13.300.

- Bali dan Nusa Tenggara Barat, beras medium Rp 9.450 per kg, premium Rp 12.800 per kg.

- Nusa Tenggara Timur, beras medium Rp 9.950 per kg, premium Rp 13.300 per kg.

- Sulawesi, beras medium Rp 9.450 per kg, premium Rp 12.800 per kg.

- Kalimantan, beras medium Rp 9.950 per kg, premium Rp 13.300 per kg.

- Maluku, beras medium Rp 10.250 per kg, premium Rp 13.600 per kg.

- Papua, beras medium Rp 10.250 per kg, premium Rp 13.600 per kg.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya