Iriana Jahili Kahiyang Ayu Saat Upacara Dulangan Pungkasan

Iriana dan Jokowi sendiri baru saja melakukan ritual dodol dawet atau jualan dawet ayu kepada para tamu undangan.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 07 Nov 2017, 14:40 WIB
Iriana Candai Kahiyang Saat Ritual Dulangan Pungkasan

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai puncak acara siraman, Kahiyang Ayu kemudian duduk di sofa cokelat dengan diapit kedua orangtuanya, Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi.

Iriana dan Jokowi sendiri baru saja melakukan ritual dodol dawet atau jualan dawet ayu kepada para tamu undangan.

Setelah upacara dodol dawet, dilanjutkan dengan upacara dulangan pungkasan (suapan terakhir). Suapan dengan tumpeng dilakukan ayah dan ibu dengan mengambil bagian puncak tumpeng dengan lauk-pauk.

Dalam prosesi ini, Iriana sempat menjahili Kahiyang. Sebelum menyuapi nasi, Iriana mengambil pisang dari bakulan yang dia pegang. 

Iriana terlihat mengupas pisang tersebut dan menyuapi Kahiyang. Pisang tersebut sempat mendarat di mulut Kahiyang. Namun, tiba-tiba saja putri semata wayang Jokowi itu menolak, tak mau memakan pisang itu. Kahiyang bahkan terlihat berusaha menjauhkan tangan ibundanya yang tengah memegang pisang tersebut.  

Entah kenapa Kahiyang menolak. Namun melihat ekspresi Kahiyang, Iriana, Jokowi, Kaesang Pangarep, dan Selvi Ananda yang menyaksikan kejadian itu tertawa.

Ritual dulangan pungkasan ini merupakan simbol tanggung jawab terakhir orangtua pada putrinya yang akan menikah.

 


Dodolan Dawet

Usai upacara sungkeman Kahiyang Ayu, Ibu Negara Iriana Jokowi menggendong bakulan berisi sadean (barang dagangan) dengan kain jarit menuju halaman depan rumah. Sementara Presiden Joko Widodo memegang payung berwarna putih. Lalu disusul oleh Gibran Rakabuming, Kaesang Pangarep, Selvi Ananda, dan Jan Ethes.

Dengan dipayungi Jokowi, Iriana mulai berjualan dawet ayu. Sementara pembelinya adalah para tamu undangan. Namun, para tamu undangan itu harus membayar dengan pecahan genting untuk mendapatkan dawet ayu tersebut.

"Nggih, matur nuwun (terima kasih)," ujar Iriana kepada para tamu yang membeli dawet ayu.

"Mboten susuk nggeh bu, niki tasih kathah (enggak ada kembalian ya bu, ini masih banyak)," celetuk Iriana kepada pembeli.

"Monggo dilarisi, Bu," kata Iriana lagi.

Dawet ayu ini terdiri dari warna merah dan putih, lambang laki-laki dan perempuan menyatu dengan harapan segera diberi momongan.

Sementara, filosofi menukarkan dawet ayu dengan uang yang terbuat dari tanah (genteng), mengingatkan kita pada saat kematian. Di mana, ketika sudah dipanggil oleh Tuhan, maka akan kembali ke tanah.

Iriana yang tengah berjualan dan para tamu yang membeli sesungguhnya menunjukkan keseimbangan dalam hidup. Di mana ada terang ada gelap, ada susah ada senang. Sehingga diartikan sebagai keseimbangan hidup di dunia.

Iriana pun menjual dawet ayu itu sampai habis. "Ning kantun toyo niki (tinggal air saja nih). Adek tinggal kuah nih, Dek," ujar Iriana.

"Sampun telas nggih niki, diresiki sisan (ini sudah habis ya, dibersihkan sekalian)," kata Iriana kepada tamu yang tak kebagian dawet ayu.

Saksikan video di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya