Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tengah mempertimbangkan agar pedagang kartu seluler bisa meregistrasikan kartu SIM prabayar ke-4, 5, 6, dan seterusnya.
Diungkapkan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos Indonesia Kemkominfo Ahmad M Ramli, pihaknya tengah membahas masalah ini hingga beberapa hari ke depan.
Baca Juga
Advertisement
"Kami bahas dalam dua tiga hari ini, salah satu yang kami pikirkan adalah memberikan kewenangan kepada mereka (pedagang kartu SIM) untuk melakukan registrasi nomor ke-4 dan seterusnya," kata Ramli ketika ditemui di Kantor Kemkominfo, Jakarta, Selasa (7/11/2017) sore.
Ramli mengatakan, kewenangan registrasi kartu SIM ke-4 dan seterusnya tidak diberikan kepada semua pedagang kartu SIM. "Tetapi tentunya operator harus menunjuk (outlet penjual kartu SIM) yang betul-betul kompeten," ujarnya.
Selanjutnya, operator dan outlet yang ditunjuk membuat perjanjian bahwa outlet tersebut memiliki tanggung jawab yang sama seperti tanggung jawab gerai resmi operator.
Pemerintah mewajibkan pelanggan kartu SIM prabayar untuk melakukan registrasi kartu SIM menggunakan data kependudukan berupa nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK). Registrasi dilakukan sejak 31 Oktober 2017 hingga 28 Februari 2018.
Disebutkan dalam Permen Kominfo No 12 Tahun 2016 Pasal 11 ayat 1 , pelanggan prabayar hanya dapat melakukan registrasi sendiri paling banyak tiga nomor dari satu operator untuk setiap nomor induk kependudukan (NIK).
Berdasarkan permen Kominfo tersebut, registrasi kartu SIM ke-4, 5, 6 dan seterusnya harus dilakukan melalui gerai resmi operator. Hal ini pun sebelumnya dikeluhkan oleh kumpulan pedagang kartu SIM yang tergabung dalam KNCI.
Meminta Kewenangan Registrasi
Sebelumnya, sejumlah pengurus KNCI berdiskusi dengan Komisioner BRTI, Agung Harsoyo, terkait keberatan mereka terhadap Permen Kominfo No 12 Tahun 2016 yang direvisi dengan Permen Kominfo No 14 Tahun 2017 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
Qutni Tisyari, Ketua DPP KNCI mengatakan penolakan ini lantaran mekanisme tersebut berdampak negatif terhadap perdagangan produk seluler. Maka itu, KNCI mendesak pemerintah untuk memberikan kewenangan kepada pedagang atau gerai seluler di seluruh Indonesia agar bisa melakukan registrasi kartu perdana ke-4, 5, 6 dan seterusnya.
"Para pedagang seluler mengalami kerugian dan kemungkinan dalam beberapa waktu ke depan seluruh outlet seluler akan tutup. Tentunya ini berkaitan dengan penghidupan dan perekonomian sekitar 5 juta masyarakat Indonesia dalam industri seluler," kata Qutni di Kantor BRTI Jakarta, Selasa (31/10/2017) sore.
Menurutnya, sebelum berlakunya peraturan ini, para pedagang kartu SIM perdana bisa melakukan registrasi pada kartu perdana dan dijual kepada pengguna dalam kondisi kartu aktif. Namun, karena ada pasal yang menyebut registrasi dilakukan petugas gerai resmi operator, para pedagang tak bisa lagi meregistrasikan kartu SIM prabayar tersebut. Hal ini berpotensi membuat pedagang mengalami kerugian dalam jumlah besar.
Abbas selaku Sekretaris Jenderal KNCI menambahkan, selama ini distribusi kartu SIM perdana dilakukan oleh pedagang atau gerai seluler. "Kami paling tahu di lapangan. Kalau misalnya ada pelanggan datang ke kami untuk membeli SIM card, tapi tidak dapat registrasi, pilihannya cuma dua, dia tetap beli lalu datang ke gerai resmi operator atau tidak jadi beli. Nah, kecenderungan yang kami lihat di pasar adalah orang-orang tidak jadi beli," katanya.
Di depan Komisioner BRTI, Abbas juga mengkalkulasi potensi kerugian yang bakal dialami para pedagang jika mereka tidak bisa meregistrasikan kartu SIM ke-4, 5, dan 6 seperti yang sebelumnya bisa dilakukan pedagang.
"Saat ini ada sekitar 800 ribu gerai di seluruh Indonesia yang terdaftar oleh kami. Kalau tiap gerai memiliki stok kartu perdana 100 buah, paling tidak ada 80 juta kartu perdana, baik segel maupun aktif, terancam tidak terjual. Ini akan berdampak pada sekitar 5 juta masyarakat di pasar seluler," tuturnya.
(Tin/Cas)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement