Liputan6.com, Bengkulu - Jhoni Wijaya, terdakwa kasus dugaan penyuapan kepada Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti, divonis hukuman pidana penjara selama tiga tahun tujuh bulan. Kepala Perwakilan PT Statika Mitra Sarana itu secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Selain hukuman pidana, Jhoni juga dikenakan denda sebesar Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. "Kami juga putuskan supaya terdakwa tetap ditahan," ucap Admiral selaku Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor di Bengkulu, Rabu (8/11/2017).
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dua pekan lalu. Saat itu, JPU Joko Hermawan menuntut Jhoni hukuman pidana penjara empat tahun dan denda Rp 200 juta.
Jhoni dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 1 a dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Baca Juga
Advertisement
Atas putusan tersebut, terpidana Jhoni Wijaya maupun JPU KPK belum mengambil sikap dan menyatakan pikir-pikir dulu. Sebab, menurut Joko, pihaknya akan melapor terlebih dahulu kepada pimpinan KPK di Jakarta, sebelum memutuskan apakah akan mengambil langkah banding atau tidak terhadap vonis terdakwa kasus dugaan penyuapan kepada Gubernur Bengkulu tersebut.
"Ada waktu 14 hari untuk kami mengambil sikap," kata JPU Joko Hermawan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kronologi Kasus Penyuapan Gubernur Bengkulu
Jhoni Wijaya selaku Kepala Cabang PT Statika Mitra Sarana (SMS) perwakilan Bengkulu terjaring OTT KPK, pada 20 Juni 2017. Ketika itu, ia memberikan uang suap fee proyek paket pembangunan jalan di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong yang dimenangkan perusahaannya dengan total anggaran mencapai Rp 54 miliar.
Ia mengantarkan uang komisi proyek kepada Gubernur Bengkulu melalui Rico Dian Sari dan Lily Martiani Maddari dengan barang bukti uang tunai sebanyak Rp 1 miliar. Paket pekerjaan pembangunan jalan itu terdiri atas pembangunan jalan Curup menuju Air Dingin dengan anggaran sebesar Rp 16,8 miliar dan paket pembangunan jalan Desa Tes menuju Muara Aman dengan anggaran sebesar Rp 37 miliar.
Adapun tiga terdakwa lain, yaitu Gubernur Bengkulu nonaktif, Ridwan Mukti, bersama istrinya, Lily Martiani Maddari, dan pengusaha yang juga bendahara Partai Golkar Provinsi Bengkulu, Rico Dian Sari, masih menjalani proses persidangan di PN Tipikor Bengkulu.
Saat ini, persidangan ketiganya memasuki agenda pemeriksaan para saksi dan akan dilanjutkan pada Kamis 10 November mendatang. Agenda persidangan adalah menghadirkan para saksi dari unsur Aparatur Sipil Negara (ASN).
JPU KPK Haerudin berjanji akan memberikan kejutan dalam sidang lanjutan hasil OTT KPK di Bengkulu tersebut. Beberapa pihak yang juga menerima aliran dana dari Jhoni Wijaya akan memberikan kesaksian. Mereka juga sudah mengembalikan uang pemberian tersebut ke negara melalui KPK.
"Penerima aliran dana fee proyek tersebut tidak tunggal, kami masih mengumpulkan untuk kecukupan alat bukti untuk menjerat tersangka lain," kata Haerudin.
Advertisement