Liputan6.com, Caracas - Mantan pesepak bola Argentina, Diego Armando Maradona, menandatangani kontrak untuk memandu acara sepak bola di sebuah stasiun televisi di Venezuela.
Dia ditunjuk oleh Telesur untuk mengisi program harian selama Piala Dunia 2018 yang akan berlangsung di Rusia.
Advertisement
Kabar itu muncul di tengah memburuknya kondisi Venezuela akibat krisis politik dan ekonomi. Banyak pihak menuding hal itu disebabkan karena kepemimpinan Presiden Nicolas Maduro.
Dilansir dari laman BBC, Rabu (8/11/2017), tercatat lebih dari 120 penentang rezim pemerintahan Maduro terbunuh pada awal 2017.
Sebelumnya, Maradona sempat memberikan dukungan publik bagi Maduro pada Agustus, ketika sang presiden tengah dikecam oleh masyarakat dunia karena menempatkan Venezuela pada krisis politik dan ekonomi.
Mengutip First Post, Maradona pernah menuliskan status dalam Facebook-nya yang berisi, "Kami adalah Chavisme sampai mati."
Chavisme merupakan sebutan bagi pendukung eks Presiden Venezuela, Hugo Chavez.
Si Tangan Tuhan menempatkan dirinya sebagai musuh besar imperialisme. Dia juga vokal memberikan dukungan terhadap pemerintah sayap kiri lainnya di Amerika Latin, seperti Bolivia dan Nikaragua.
Ideologi "kiri" eks pemain Napoli ini juga terlihat dengan adanya tato dua pemimpin revolusi Kuba, Che Guevara dan Fidel Castro, pada lengan dan kakinya.
Pihak oposisi Venezuela mengatakan, Maradona seharusnya tidak mendukung Maduro jika tahu realitas terkini dari masyarakat negara itu yang tengah menderita.
Pemimpin oposisi, Henrique Capriles menyerukan pada Maradona, "Datanglah ke Venezuela, tapi jangan hanya menuju Istana Miraflores (istana presiden) atau hotel bintang lima. Saya akan membawa Anda ke salah satu kota kumuh, untuk melihat bagaimana kehidupan orang-orang di sana."
Tercatat, ini merupakan kali kedua Maradona bekerja dengan Telesur, saluran televisi berbahasa Spanyol yang berbasis di Caracas, Ibu Kota Venezuela. Kepemilikan Telesur sendiri dipegang bersama oleh pemerintah Venezuela, Kuba, Ekuador, Bolivia, Nikaragua, dan Uruguay.
Sebelumnya, ia sukses menjadi pembawa acara De Zurda (program harian pasca-pertandingan milik Telesur) selama Piala Dunia Brasil 2014.
Sejumlah kritikus ikut memberikan reaksi, dengan menyebut tindakan pemerintah mengeluarkan uang besar kepada Maradona di saat ekonomi Venezuela sedang ambruk itu "konyol".
Krisis Venezuela
Demonstrasi merupakan hal yang tak lagi asing terjadi di Venezuela. Beberapa di antaranya bahkan berujung dengan kekerasan.
Seperti dikutip dari Al Jazeera, protes dan kecaman ditujukan kepada Nicolas Maduro untuk segera mundur dari posisinya sebagai presiden.
Namun, Maduro menolaknya. Ia bersikeras oposisi telah "bersekongkol" dengan pihak asing seperti Amerika Serikat untuk "memperkeruh" situasi.
Berbagai tuntutan dan demonstrasi hadir sebagai jawaban atas krisis ekonomi dan politik yang menimpa Venezuela.
Pada 30 Maret 2017, Mahkamah Agung Venezuela sebagai pihak yang memiliki kedudukan setara dengan Maduro memutuskan akan mengambil alih kekuasaan legislatif milik kongres yang dipimpin oposisi.
Langkah itu sontak dikecam oposisi. Mereka menuding Maduro sedang membangun "rezim diktator".
Sebelumnya, pada Januari 2016, Mahkamah Agung menunda pemilihan empat legislator. Tiga legislator terdaftar sebagai pihak oposisi, sementara satu lainnya berasal dari partai berkuasa yang pro Maduro. Penundaan tersebut didasari alasan karena adanya penyimpangan suara.
Menanggapi tindakan itu, pihak oposisi menuduh sang presiden berusaha mencabut kekuatan utama mereka.
Kondisi ekonomi Venezuela pun semakin tercekik dengan tingginya harga pangan dan minimnya barang dasar.
Pada Januari 2017, Komisi Keuangan dan Pembangunan Ekonomi Majelis Nasional memperkirakan, inflasi sebesar 679,73 persen akan terjadi pada penutupan tahun.
Berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh pihak Dana Moneter Internasional (IMF). Organisasi tersebut memprediksi, inflasi Venezuela justru akan semakin meninggi dengan menyentuh angka 720,5 persen pada akhir 2017 dan meningkat drastis menjadi 2.068,5 persen pada tahun 2018.
Krisis ekonomi turut "menjangkiti" sistem kesehatan masyarakat Venezuela. Itu tercermin pada kondisi rumah sakit umum negara, yang tidak mampu menyediakan obat dan peralatan medis memadai.
Terpuruknya situasi Venezuela saat ini membuat popularitas Maduro merosot hingga berada pada titik terendah.
Advertisement