Pemerintah Diminta Kaji Kembali Rencana Batasi Rokok Elektrik

Mendag Enggartiasto Lukita mengatakan cairan rokok elektrik yang dijual seharusnya mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan BPOM.

oleh Nurmayanti diperbarui 08 Nov 2017, 19:32 WIB
Tren Vape ternoda bandar narkoba (Foto: Awan Harinto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta mengkaji kembali rencana larangan peredaran dan konsumsi rokok elektrik dan vape. Keduanya dinilai merupakan produk tembakau alternatif bagi masyarakat yang selama ini mengkonsumsi rokok tembakau, yang mengandung tar dan lebih berbahaya dari nikotin.

“Selama ini, orang lebih banyak mendiskusikan mengenai bahaya nikotin yang menyebabkan kecanduan. Padahal, tar jauh lebih berbahaya karena mengandung zat-zat karsinogenik yang dihasilkan dari pembakaran rokok,” ujar Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (Kabar) Achmad Syawqie, Rabu (8/11/2017).

Permintaan ini menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang akan mengatur peredaran cairan rokok elektrik (vape). Pengaturan ini untuk mengontrol penggunaannya agar mengikuti standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Menurut Mendag, cairan rokok elektrik yang dijual seharusnya mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM). Selain itu, cairan rokok elektrik juga harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

 Syawqie mengaku, pihaknya berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi atas permasalahan dampak rokok bagi kesehatan, dengan mengedepankan informasi berbasis penelitian ilmiah dan teknologi demi mengatasi dampak buruk Tar melalui produk tembakau alternatif.

“Di negara-negara maju, mereka melakukan berbagai penelitian dan pengembangan atas produk tembakau alternatif yang memiliki tingkat bahaya yang lebih rendah guna mencari solusi bagi para perokok. Kami berharap Kabar bisa memberikan kontribusi dan mendorong berbagai pihak untuk melakukan penelitian dan kajian ilmiah yang sama demi menurunkan risiko kesehatan masyarakat akibat TAR,” tambah Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran Bandung ini.

Dia mencontohkan pada 2015, agensi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Inggris Raya Public Health England merilis hasil riset yang menunjukkan bahwa produk nikotin yang dipanaskan menurunkan risiko hingga 95 persen dari rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar.

Sebab itu, kata dia, pihaknya mendorong pemerintah untuk segera melakukan penelitian ilmiah, berdiskusi dengan para peneliti yang mendalami produk tembakau alternatif di Indonesia, serta mendalami berbagai penelitian yang dilakukan oleh pakar atau organisasi independen dari berbagai negara.

“Kami setuju bahwa produk tembakau alternatif harus segera diregulasi, diantaranya agar tidak dikonsumsi oleh anak-anak. Namun demikian, wacana pelarangan bukanlah keputusan bijaksana, mengingat banyaknya penelitian dan pengembangan produk yang menunjukkan adanya pengurangan bahaya produk tembakau jika tidak dibakar," tambah Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto.

Kabar merupakan kumpulan dari beberapa asosiasi dan organisasi yang menaruh perhatian khusus terhadap bahaya tar terhadap kesehatan publik. Koalisi ini dibentuk untuk mencari solusi mengatasi dan mengedukasi dampak buruk tar, salah satunya berasal dari rokok yang dikonsumsi dengan dibakar.

Koalisi ini beranggotakan Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Tar Free Foundation, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI), serta Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI).

Upaya memudahkan akses informasi berbasis penelitian ilmiah dan pengembangan teknologi, Kabar juga meluncurkan situs www.no-tar.org, platform digital yang akan digunakan untuk menginventaris kajian-kajian ilmiah, data, dan informasi produk tembakau alternatif.


Aturan Pembatasan Peredaran Rokok Elektrik Segera Rilis

Kementerian Perdagangan telah menyelesaikan penyusunan peraturan aturan pembatasan peredaran cairan rokok elektrik. Pada pekan depan, payung hukum tersebut akan dirilis.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ‎mengatakan, Kementerian Perdagangan telah menyelesaikan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Koordinasi tersebut untuk menetapkan ketentuan dalam peraturan pembatasan perdaran rokok elektrik. 

"Saya sudah dapat surat dari Bu Menkes (Nila Djuwita Farid Moeloek). Semua sudah jadi, ‎hanya tinggal dikeluarkan saja," kata Enggartiasto, di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Sabtu (4/11/2017).

Saat ini peraturan tersebut sedang dalam finalisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dia pun yakin Senin pekan depan aturan tersebut sudah keluar.

"Pokoknya Senin keluar. Tinggal proses di Kemenkumham saja," tutur Enggartiasto.

Menurut Enggartiasto, jika peraturan tersebut telah terbit, maka sebelum cairan rokok elektrik beredar harus ‎mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Selain itu, cairan rokok elektrik tersebut juga harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Sebelum beredar harus minta izin ke BPOM, diperiksa dulu isinya, setelah itu rekomendasi dari Bu Menkes," papar Enggar.

Enggartiasto mengungkapkan, rokok elektrik tidak memberikan manfaat bagi negara. Pasalnya, tidak ada kandungan tembakau dan cengkeh. Selain itu juga tidak memberikan manfaat bagi kesehatan.

"Mana lagi benefit-nya buat kita? Tembakau tidak, ‎cengkeh tidak, segala macam tidak. Tidak ada manfaatnya, tidak sehat. Siapa bilang lebih sehat, lebih tidak sehat," tutup dia. 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya