Liputan6.com, New York - Harga minyak tertekan usai pemerintah Amerika Serikat (AS) menunjukkan data kenaikan produksi minyak domestik. Sementara itu, impor minyak China turun. Dua sentimen itu mengimbangi meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Harga minyak Brent turun 20 sen atau 0,3 persen ke posisi US$ 63,49 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tergelincir 39 sen atau 0,7 persen ke posisi US$ 56,81 per barel.
The US Energy Information Administration (EIA) menyatakan produksi minyak AS naik 9,62 juta barel per hari hingga 3 November 2017. Produksi minyak itu tertinggi secara mingguan.
Baca Juga
Advertisement
"Paling perlu dicatat laporan EIA menunjukkan produksi meningkat. Ini sedang menuju produksi minyak cetak rekor pada 2018," ujar Presiden Direktur Lipow Oil Associates Andrew Lipow, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (9/11/2017).
Produksi minyak tertinggi mencapai 9,63 juta barel per hari pada 1970. Itu berdasarkan data federal energy.
EIA juga mengatakan pasokan minyak naik 2,2 juta barel. Ini mengejutkan pasar usai analis prediksi 2,9 juta barel. Sedangkan the American Petroleum Institute (API) menunjukkan pasokan minyak turun 1,6 juta barel.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya: Impor Minyak China Turun
Selain itu, impor minyak China turun 7,3 juta barel per hari dari level tertinggi sekitar 9 juta barel pada September. Pelaku pasar juga mencermati ketegangan di Timur Tengah terutama persaingan antara Arab Saudi dan Iran.
Pada pekan ini, harga minyak sentuh level US$ 64,65 yang merupakan level tertinggi sejak pertengahan 2015. Ini seiring ketegangan di Timur Tengah usai penangkapan 11 pangeran dan sejumlah pejabat di Arab Saudi oleh komite anti korupsi. Ditambah sentimen negatif lainnya dari konflik di Yaman.
Harga minyak Brent naik 14 persen pada Oktober 2017. Ini menunjukkan pemangkasan produksi oleh negara anggota OPEC dan lainnya.
"Fundamental minyak yang kuat dan aliran dana investor menjadi katalis mendorong kenaikan harga minyak. Akan tetapi, sekarang harga minyak tergantung dari risiko geopolitik yang dapat menekan harga minyak untuk jangka pendek," tulis analis Citi.
The Organization of the Petroleum Exporting Countries'2017 World Oil Outlook menunjukkan kalau permintaan minyak melambat dalam dua tahun ke depan. Ini seiring kenaikan harga minyak yang didorong pertumbuhan produksi dari pesaing produsen minyak.
Advertisement