Pelaku Kekerasan Seks terhadap Biarawati Tua Dihukum Seumur Hidup

Biarawati yang tak disebutkan namanya karena alasan hukum tersebut diketahui berusia 71 tahun.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 09 Nov 2017, 10:32 WIB
Kasus kekerasan seksual yang menimpa biarawati tua memicu protes mahasiswa di Ranaghat India (AFP)

Liputan6.com, New Delhi - Pengadilan tinggi di India menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada seorang pria berkewarganegaraan Bangladesh.

Hukuman tersebut didasari oleh perbuatan tersangka yang terbukti telah melakukan kekerasan seksual terhadap seorang biarawati tua pada Maret 2015.

Seperti diberitakan BBC, Kamis (9/11/2017), pelaku diketahui bernama Nazrul Islam. Ia terbukti bersalah saat saat menjalani sidang di Pengadilan Kolkata dengan tuduhan kekerasan seksual dan percobaan pembunuhan.

Tak hanya Nazrul, lima orang lainnya juga ditahan atas tuduhan perampokan biarawati tua tersebut. Namun, kelima korban hanya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.

Selain itu, ada satu orang lain lagi yang dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun karena menutupi kejahatan pelaku saat diinterogasi polisi.

Biarawati yang tak disebutkan namanya karena alasan hukum tersebut diketahui berusia 71 tahun. Ia mengalami perampokan dan kekerasan seksual oleh kelompok geng yang biadab.

Uang dan beberapa barang berharga yang dibawa oleh korban raib akibat dirampas oleh kelompok geng tersebut.

"Apa yang terjadi pada biarawati itu adalah sebuah kejadian memalukan. Pasalnya, wilayah Bengal Barat adalah tempat di mana Bunda Teresa bekerja untuk orang miskin semasa hidupnya," ujar Kumkum Singha, hakim ketua di persidangan tersebut.

Pemerintah India telah memperkuat undang-undang tentang kekerasan seksual di negaranya, menyusul kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang siswi di New Delhi pada 2012.

Namun, kasus serupa tak surut. Masih banyak kasus pemerkosaan yang terjadi di India hingga saat ini.


30 Kota di India Gelar Demo Terkait Pelecehan Seksual Massal

Ratusan perempuan berkumpul di lebih dari 30 kota di seluruh India untuk menuntut keamanan di tempat publik setelah adanya laporan pelecehan seksual massal di Malam Tahun Baru di Bangalore.

Aksi yang disebut dengan "menduduki jalanan di malam hari" itu dilakukan pada 21 Januari 2017 waktu setempat. Para aktivis, pelajar, dan para profesional berkumpul di jalanan. Di sana mereka berunjuk rasa dengan bermain drama, menyanyikan lagu, dan membaca puisi soal kesetaraan perempuan.

Dikutip dari Asia One, pengunjuk rasa yang juga diikuti banyak pria itu, meneriakkan sejumlah yel-yel seperti "Kebebasan, Kebebasan, Kebebasan!" dan memegang spanduk bertuliskan "Ambil kembali malam. Pecahkan keheningan. Akhiri kekerasan".

"Sejak berusia 12 tahun, aku tak pernah merasa nyaman atau aman di jalan -- siang maupun malam. Namun, pertama kali aku menghadiri unjuk rasa seperti ini," ujar Anuradha Sinha (37), seorang manajer program di sebuah perusahaan e-commerce.

Aksi tersebut dilakukan setelah adanya laporan pelecehan seksual massal pada 31 Desember 2016 di Bangalore. Saat itu, sejumlah perempuan diraba-raba sekelompok pria.

Kejahatan seksual bukan merupakan hal yang mengejutkan di India. Menurut laporan National Crime Record Bureau, lebih dari 34 ribu pemerkosaan telah terjadi pada 2015.

Pemerkosaan berujung kematian seorang perempuan yang sempat menggegerkan dunia pada Desember 2012. Kejadian ini memicu kemarahan global dan seruan dilakukannya perlindungan yang lebih besar bagi perempuan di seluruh India.

Sementara pemerintah telah memberlakukan undang-undang yang lebih keras dalam kekerasan seksual. Meski begitu, para aktivis mengatakan bahwa sebenarnya ada hal lebih yang bisa dilakukan.

Setidaknya 30 kota di India, termasuk Hyderabad, Jaipur, Ahmedabad, Puducherry, Lucknow, Pune, Jammu, Dharamsala, dan Bhopal, mengelar aksi tersebut. Di masing-masing kota, terdapat ratusan peserta yang bergabung dalam unjuk rasa itu.

Di Bangalore, di mana sekitar 300 orang menghadiri aksi, pihak penyelenggara mengatakan bahwa sebagian besar perempuan pernah mengalami pelecehan seksual, seperti dicolek, diraba, dianiaya, atau mendapat komentar cabul di depan umum.

"Saya memiliki banyak cerita soal ketidaknyamanan berada di ruang publik," ujar Divya Titus, salah satu penyelenggara pawai di Bangalore.

"Meski sudah terdapat undang-undang, kita masih melihat pelecehan seskual. Kita harus menghentikan pemakluman atas peristiwa ini," imbuh Tivus.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya