Tahun Depan, Warga Singapura Tidak Bisa Membeli Mobil, Kenapa?

Beragam upaya pembatasan kendaraan sudah dilakukan, mulai dari harga yang sangat mahal dan batas usia pakai.

oleh Amal Abdurachman diperbarui 09 Nov 2017, 11:52 WIB
Sebuah kendaraan self-driving otonom saat demonstrasi di sebuah taman Singapura, Senin (12/10). Singapura telah meluncurkan angkutan umum pada hari Senin, berupa komuter dan bus driverless di sepanjang jalan utama kota. (REUTERS/Edgar Su)

Liputan6.com, Singapura Singapura dikenal sebagai negara yang mematok harga kendaraan sangat mahal. Meski sudah berharga sangat mahal, mulai Februari 2018, Singapura akan menghentikan pertumbuhan populasi kendaraan.

Seberapa mahal harga mobil di Singapura? Sebagai perbandingan, harga Toyota Sienta di Indonesia mulai dari Rp 233 juta, sedangkan di Singapura mulai dari S$ 96.988 (setara Rp 962 juta). Menyitat BBC, harga mobil di Negeri Singa tersebut lebih mahal hampir empat kali lipat ketimbang harga mobil di Negeri Paman Trump.

Pertumbuhan populasi kendaraan per tahun akan menjadi nol persen, sebelumnya 0,25 persen. Angka pertumbuhan tersebut akan ditinjau kembali pada 2020.

Dilansir Reuters, langkah ini perlu dilakukan karena keterbatasan lahan yang bisa digunakan untuk jalan raya. Menurut Land Transport Authority (LTA), saat ini 12 persen dari lahan di Singapura digunakan sebagai jalan raya. "Melihat dari kebutuhan, lahan tambahan yang bisa digunakan sebagai jalan raya sangat terbatas," ungkap LTA.

Tahun lalu, setidaknya terdapat 600 ribu unit mobil pribadi dan rental di jalanan, dengan total jumlah penduduk 5,6 juta jiwa. Angka penduduk bertambah 40 persen dibanding tahun 2000.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Fokus pada Transportasi Publik

Pusat kota Singapura | via: fred-miranda.com

Meskipun demikian, Singapura akan fokus kepada layanan transportasi publik. Dalam kurun enam tahun terakhir, jaringan rel kereta api sudah bertambah 30 persen dengan kehadiran 41 stasiun kereta baru. Rute serta kapasitas bus juga ditambahkan.

Pemerintah akan menginvestasikan S$ 20 miliar (setara Rp 198 triliun) untuk menambah infrastruktur rel kereta baru, memperbarui kereta, dan menambahkan aset. Pemerintah menginvestasikan S$ 4 miliar (setara Rp 39 triliun) untuk subsidi di sektor transportasi bus.

LTA masih mengizinkan pertumbuhan mobil pengangkut kebutuhan pokok dan bus sebesar 0,25 persen hingga kuartal pertama tahun 2021.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya