Liputan6.com, Jayapura – Seratus lebih orang yang tergabung dalam kelompok kriminal bersenjata (KKB) menduduki dua kampung di sekitar areal tambang PT Freeport Indonesia. Kedua kampung itu adalah Banti dan Kimbeli, yang jaraknya hanya 10 kilometer dari Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.
Para anggota KKB ini bahkan melarang warga keluar dari dua kampung tersebut. Ancaman juga diterima oleh warga, jika memaksa untuk keluar kampung.
Kapolda Papua, Irjen Boy Rafli Amar menyebutkan ada sekitar 1.300 warga yang mendiami dua kampung itu. Rata-rata warga kampung berprofesi sebagai pendulang emas tradisional.
"Kami sedang menyebar 200-an personel, untuk memantau pergerakan KKB yang dalam satu minggu belakangan ini terus melakukan pelanggaran hukum kepada masyarakat setempat," kata Boy, Kamis (9/11/2017).
Baca Juga
Advertisement
Sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan KKB ini adalah pemerkosaan, penjarahan, hingga perampokan harta benda warga dua kampung. "Banyak juga warga pendatang di dua kampung ini, karena rata-rata mereka adalah pendulang di Kali Kabur," kata Boy.
Boy menambahkan, lokasi penyebaran KKB di areal tambang Freeport hanya berjarak dua kilometer dari areal tambang. Namun, kepolisian setempat dibantu dengan TNI dan satgas gabungan terpadu terus melakukan upaya persuasif hingga kelompok ini tertangkap.
"KKB ini membawa senjata api dan senjata tradisional berupa panah dan alat tajam lainnya," kata Boy.
Sejak 21 Oktober 2017, areal tambang Freeport di sekitar Tembagapura, dikuasai oleh KKB. Tadinya, kelompok ini hanya berjumlah sekitar 15 orang.
Informasi yang beredar di masyarakat Papua, gerombolan bersenjata di Tembagapura bukanlah kelompok bersenjata asli dari Mimika. Ada penambahan pasukan dari Puncak, Lanny Jaya, bahkan kelompok bersenjata dari Manokwari yang bergabung dengan mereka.
Saksikan video pilihan berikut:
Bantahan Polisi
Kapolres Mimika, AKBP Victor Dean Mackbon menampik jika warga, khususnya warga non-Papua yang berprofesi sebagai pendulang maupun pedagang tersebut dijadikan "sandera hidup" oleh KKB untuk melakukan perlawanan terhadap aparat.
"Kalau dikatakan disandera tidak juga. Yang jelas mereka tidak diperbolehkan melintas ke Tembagapura. Para pendulang tetap beraktivitas seperti di area Longsoran, Batu Besar, dan Kimbeli. Cuma pergerakan mereka memang dibatasi oleh KKB. Bisa saja mereka mengalami intimidasi," kata Victor, dilansir Antara, Rabu, 8 November 2017.
Aparat keamanan bersama Pemkab Mimika berencana mengevakuasi ribuan warga dari perkampungan sekitar Tembagapura itu ke Kota Timika untuk memudahkan pengejaran KKB yang terus melakukan serangkaian aksi teror penembakan di sekitar Tembagapura, dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa tempat telah disiapkan di Kota Timika, guna menampung warga yang nantinya dievakuasi dari Tembagapura, seperti Graha Eme Neme Yauware, Gedung Tongkonan, dan Sekretariat Kerukunan Keluarga Jawa Bersatu (KKJB) di Jalan Budi Utomo Ujung.
"Ada beberapa tempat yang sudah kita siapkan sebagai alternatif untuk menampung warga yang akan dievakuasi dari Tembagapura. Kami harapkan semua pihak baik TNI-Polri maupun pemda harus berperan untuk hadir di tengah masyarakat agar permasalahan ini segera bisa teratasi," kata Victor.
Pada Senin, 6 November 2017, Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar bersama Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit melepas ratusan personel Brimob dan TNI yang bertugas melakukan penumpasan KKB di wilayah Tembagapura.
Pasukan yang tergabung dalam Satgas Operasi Terpadu Penanggulangan KKB Papua itu berkekuatan empat satuan setingkat kompi (SSK). Terdiri atas satu SSK Brimob Kelapa Dua, Bogor, berkekuatan 100 orang ditambah tiga SSK personel TNI. Mereka akan bergabung dengan pasukan TNI/Polri lainnya yang terlebih dahulu berada di Tembagapura.
Advertisement