Liputan6.com, Jakarta Abigail (27) ingat betul sekitar setahun lalu melihat sendiri bagaimana ayah temannya tersiksa karena terkena kanker paru. Penyakit itu menimpa ayah temannya gara-gara kebiasaan merokok puluhan tahun.
Kejadian tersebut membuat dara yang tinggal di Bandung ini berkaca, 'Kalau gue kayak gitu gimana'. Sejak saat itu tekadnya makin kuat untuk berhenti merokok tembakau.
Advertisement
"Saat itu aku memang baru dua tahun ngerokok. Ya daripada makin lama keluarnya (dari jerat rokok tembakau) aku niatin dari setahun lalu setop. Selain aku pengin sehat, aku juga udah merasa sesak napas kalau olahraga," tuturnya saat bertemu di Jakarta Pusat pada Kamis (9/11/2017).
Dia pun memilih beralih ke rokok elektrik. Setelah dia baca-baca, risiko buruknya jauh lebih rendah dari rokok tembakau.
"Aku juga sering ketemu pakar yang meneliti rokok elektrik. Jadi udah tahu langsung dan yakin kalau dampaknya jauh lebih rendah dari rokok biasa," tutur wanita berkulit putih ini.
Mendua, Antara Rokok Tembakau dan Elektrik
Tak mudah baginya langsung setop merokok tembakau. Mulutnya merasakan sensasi aneh di dua-tiga bulan pertama penggunaan rokok elektrik.
"Kan gimana ya, rasanya kan candy gini. Sementara rokok tembakau ada pahit dan mint-nya. Jadi aneh gitu di awal," tutur Abigail. "Apalagi kalau yang pakai flavour liquid yang creamy, seperti vanilla. Bisa eneg," imbuhnya.
Agar tak kaget-kaget amat dengan perubahan jenis rokok dia mendua. Pakai rokok eletrik iya, rokok tembakau juga. Sesudah tiga bulan, dia pun mantap beralih ke rokok eletrik. "Yang penting mantapin niatnya sih," katanya.
Sekitar setahun memakai rokok elektrik dirinya merasa ada perbaikan fisik. Saat olahraga napasnya tak sengos-ngosan dulu. "Terus merasa lebih sehat aja," paparnya.
Walau masih merokok elektrik, Abigail punya target setop dari menghisap benda tersebut. Yakni saat usianya 30. "Yang paling bagus ya sama sekali enggak merokok. Aku juga pengen sehat sampai tua," tandasnya.
Advertisement