Liputan6.com, Denpasar Penghayat kepercayaan kini telah resmi diakui pemerintah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan mereka. Kelompok penghayat kepercayaan yang jumlahnya mencapai 12 juta orang dan tergabung dalam 187 organisasi itu bukan tidak mungkin akan menimbulkan masalah baru di masyarkat.
Hal itu yang disampaikan oleh Ketua Komunitas Muda Nusantara, Bob Febrian di Denpasar. Di sela Workshop Pelestarian Tradisi dan Penguatan Peran Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu, Bob mengatakan pihaknya tengah menginventarisasi persoalan yang akan timbul sebagai imbas pengakuan kelompok penghayat kepercayaan tersebut.
"Melalui diskusi ini kami mencoba menginvetarisasi masalah yang akan muncul di Bali terkait kelompok penghayat kepercayaan ini," kata Bob, Kamis, 9 November 2017.
Baca Juga
Advertisement
Di Bali, Bob melanjutkan, terdapat delapan organisasi penghayat kepercayaan. Mereka berada di tiga wilayah di Pulau Dewata. Setelah negara mengakui kelompok penghayat kepercayaan, Bob berpendapat bisa timbul gesekan di tingkat masyarakat sebagai imbas kebijakan tersebut.
Ketika keberadaan mereka dianggap bertolak belakang dengan apa yang sudah dipercaya masyarakat umum selama ini, bukan tidak mungkin akan terjadi gesekan.
"Secara sosial-politik ketika ini menjadi paradoks kan akan timbul gesekan. Sementara peran pemerintah sebetulnya kan terbatas," tuturnya.
Di sisi lain, Bob melihat pemahaman masyarakat mengenai penghayat kepercayaan melenceng dari apa yang ditetapkan pemerintah. Masyarakat, kata Bob, mengira apa yang diakomodasi oleh MK adalah aliran kepercayaan.
Padahal, penghayat kepercayaan yang dimaksud adalah yang dibina oleh pemerintah dan berbasis kearifan lokal. Sementara, ada aliran-aliran keagamaan yang berupaya memaksakan diri supaya eksistensi mereka diakui.
"Saya tidak tahu bagaimana negara merespons itu. Justru ini yang akan kami angkat dan inventarisasi untuk memetakan dalam skala yang lebih besar," ucapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sebarang Penghayat Kepercayaan
Di tempat sama, pemerhati sosial dan budaya Syubro Mulissyi mempertanyakan basis hukum MK mengabulkan gugatan kelompok penghayat kepercayaan. Apalagi, kata pria yang karib disapa Lizi itu, momentumnya berdekatan dengan dinamika politik pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.
"Apa yang menjadi rujukan MK yang mengabulkan sebagian gugatan kelompok penghayat kepercayaan ini? Kita tidak tahu motif MK. Momentumnya berdekatan dengan pilkada serentak dan pilpres, sehingga mengagetkan kita semua," kata dia.
Kendati begitu, Lizi menilai tak ada benturan antara kelompok penghayat kepercayaan dengan ideologi bangsa Pancasila.
"Tidak ada masalah dengan ideologi bangsa. Mereka dibina menjalani proses tahapan yang ketat. Jumlah mereka yang cukup banyak mencapai 12 juta di Indonesia memang harus ada payung hukumnya agar mereka memiliki legal standing," katanya.
Berikut sebaran penghayat kepercayaan di Indonesia:
1. Provinsi Sumatera Utara 6 kabupaten dan 1 kota 12 organisasi.
2.Provinsi Lampung 2 kabupaten 5 organisasi.
3. DKI Jakarta 5 kota 14 organisasi.
4. Provinsi Banten 1 kabupaten 1 organisasi.
5. Provinsi Jawa Barat 2 kabupaten 3 kota 7 organisasi.
6. Provinsi Jawa Tengah 19 kabupaten 4 kota 52 organisasi.
7. Provinsi DIY 3 kabupaten 1 kota 25 organisasi.
8. Provinsi Jawa Timur 11 kabupaten 4 kota 51 organisasi.
9. Provinsi Bali 2 kabupaten 1 kota 8 organisasi.
10. Provinsi NTB 2 kabupaten 2 organisasi.
11. Provinsi NTT 4 kabupaten 5 organisasi.
12. Provinsi Sulawesi Utara 3 kabupaten 1 kota4 organisasi.
13. Provinsi Riau 1 kota 1 organisasi.
Advertisement
Syarat Organisasi Penghayat Kepercayaan
Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Kebudayaan mencatat jumlah penghayat kepercayaan di Indonesia mencapai 12 juta orang. Meski masih butuh verifikasi lanjutan, jumlah sebanyak itu tersebar dalam 187 organisasi.
"Sampai saat ini yang terdata di kami 187 organisasi di tingkat pusat. Ada data 12 juta jumlah . Kami mempunyai data sejumlah itu, 12 juta orang meski bisa saja belum tentu valid," kata Kepala Seksi Kelembagaan Kepercayaan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Minang Warman.
Warman menyatakan selama ini, institusinya memverifikasi organisasi penghayat kepercayaan secara ketat. Sedikitnya, organisasi penghayat kepercayaan harus memenuhi tiga syarat.
Pertama, kepercayaan yang dianut harus memiliki nilai kearifan lokal. Kedua, berbudi luhur, dan ketiga mengatur relasi antara manusia, Tuhan, dan kearifan lokal itu sendiri.
Di mata pemerintah, penghayat kepercayaan yang jumlahnya cukup besar itu juga menjadi bagian dari dari aset bangsa. Dengan keputusan MK tersebut, Minang menyebut kini penghayat kepercayaan memiliki ruang bagi mereka untuk menunjukkan eksistensinya.
Kementerian Kebudayaan, Minang melanjutkan, mendorong sepenuhnya Kementerian Dalam Negeri untuk sesegera mungkin secara teknis memasukkan penghayat kepercayaan dalam kolom KTP.
"Jadi kalau kita lihat hasil putusan MK, Kemendikbud men-support Kemendagri untuk melakukan teknis terkait pengisian kolom KTP itu. Kami men-support supaya pelayanannya maksimal dan sesegera mungkin dilakukan," harapnya.
Ia meminta kepada masyarakat agar hal tersebut tak dijadikan polemik berkepanjangan, meski disadari akan ada kelompok-kelompok masyarakat yang tak setuju dengan keputusan tersebut. Namun, Minang percaya hal ini tak akan menimbulkan polemik berkepanjangan.
Sejauh ini, kata Minang, anggota organisasi penghayat kepercayaan memiliki hubungan yang cukup baik dengan pemerintah. "Proses pembinaan selama ini menimbulkan kedekatan yang cukup bagus antara pemerintah dengan penghayat itu sendiri," ujar Minang.