Liputan6.com, Jakarta - Tujuh puluh dua tahun lalu, 10 November 1945, arek-arek Suroboyo bertempur melawan tentara sekutu NICA (Netherlands-Indies Civil Administration) dan sekutunya.
Pada tanggal yang saat ini diperingati sebagai Hari Pahlawan itu, terjadi perang dahsyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Advertisement
Momen bersejarah itu tak bisa lepas dari peran fatwa Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU), yang menggerakkan warga dan juga kalangan santri untuk menghantam pasukan sekutu di Surabaya.
Keluarnya Resolusi Jihad tersebut tak terlepas dari permohonan Presiden Sukarno pada 17 September 1945, yang memohon fatwa hukum kepada ulama.
Karena NU merupakan organisasi Islam yang terbesar kala itu, maka Presiden Sukarno meminta fatwa untuk mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam kepada KH Hasyim Asyari.
Hal yang sama juga dilakukan Mayor Jenderal TKR Mustopo, sebagai komandan sektor perlawanan Surabaya pada waktu itu, bersama Sungkono, Bung Tomo, dan tokoh-tokoh Jawa Timur menghadap KH Hasyim Asyari.
Intinya meminta fatwa untuk melakukan perang suci atau jihad dengan sasaran mengusir sekutu dan NICA yang dipimpin oleh Brigjen Mallaby di Surabaya. Hal ini didasari situasi Kota Surabaya pada waktu itu.
Dikutip dari nu.or.id, maka dari itu, di tengah situasi yang memanas, pada 21-22 Oktober 1945, wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya.
Dipimpin langsung oleh Kiai Hasyim, dideklarasikanlah perang kemerdekaan sebagai perang suci alias jihad.
5 Fatwa Resolusi Jihad
Dalam resolusi jihad, Kiai Hasyim meminta pemerintah untuk segera meneriakkan perang suci melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali. Kontan saja, reolusi tersebut disambut rakyat dengan semangat berapi-api.
Fatwa atau Resolusi Jihad Hasyim berisi lima butir. Dalam buku berjudul Fajar Kebangunan Ulama, Biografi Kiyai Hasyim Asyari yang ditulis Lathiful Khuluq menyebut butir Pertama Resolusi Jihad berbunyi: kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan.
Butir kedua: Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong. Ketiga: musuh Republik Indonesia yaitu Belanda, yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris, pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.
Keempat: umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali.
Ke lima: kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilo meter, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.
Momen Resolusi Jihad ini menjadi cikal bakal diberlakukannya hari Santri Nasional oleh pemerintah Jokowi.
Tak Ada Hari Pahlawan Tanpa Resolusi Jihad
Menurut Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jafar, ada beberapa catatan penting sebagai refleksi bersama tentang makna Hari Pahlawan, yang selama ini lepas dari pengamatan. Pertempuran dahsyat 10 November 1945 itu tak bisa lepas dari kejadian-kejadian sebelumnya.
"Ada peristiwa besar yang mendahului lahirnya pertempuran 10 November tersebut, yaitu adanya fatwa Resolusi Jihad yang digulirkan Pendiri Ormas Nahdhatul Ulama (NU) Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945," kata Marwan melalui pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta.
Menurutnya, salah satu isi Resolusi Jihad NU adalah mewajibkan bagi umat Islam, terutama NU, untuk mengangkat senjata melawan penjajahan Belanda dan sekutunya yang ingin berkuasa kembali di Indonesia.
"Kewajiban ini merupakan perang suci (Jihad). Kewajiban ini bagi setiap muslim yang tinggal radius 94 kilometer. Sedangkan mereka yang berada di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material bagi mereka yang berjuang," jelasnya.
"Fatwa Resolusi Jihad tersebutlah yang memantik semangat pertempuran seluruh rakyat Indonesia untuk saling bahu membahu dalam satu tekad dan tujuan, yaitu mengusir segala bentuk penjajahan di muka bumi Indonesia sampai titik darah penghabisan," tambah Marwan.
Fatwa Resolusi Jihad tersebut, lanjut Marwan, merupakan wujud kecintaan ulama terhadap bangsa ini sekaligus sebagai bentuk komitmen para ulama dan para santri untuk mengisi kemerdekaan Indonesia yang di deklarasikan tiga bulan sebelumnya.
"Namun dalam sejarah bangsa Indonesia, adanya fatwa Resolusi Jihad seakan dinafikkan begitu saja. Padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya," tutur Ketua Fraksi PKB di DPR itu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement