Liputan6.com, Jakarta - Buruh kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Jumat (10/11/2017). Dalam aksi tersebut, buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang lebih besar dari yang ditetapkan pemerintah.
Menanggapi hal ini, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, kenaikan UMP yang telah ditetapkan tidak bisa diubah lagi. Menurut dia, besaran kenaikan UMP 2018 yang sebesar 8,71 persen ini sudah mengakomodasi kepentingan semua pihak, termasuk buruh.
"Ya paling yang demo itu-itu saja. Ini sudah diputuskan kok, dan sudah mengakomodasi semua kepentingan. Pengambilan keputusan kenaikan UMP 2018 yang berbasis pada PP 78/2015 ini sudah mengakomodasi kepentingan semua. (Selain buruh) Termasuk calon pekerja," ujar dia di Jakarta, Jumat pekan ini.
Baca Juga
Advertisement
Hanif menjelaskan, kenaikan UMP yang diatur dengan PP 78/2015 tentang Pengupahan memberikan kepastian bagi buruh akan adanya kenaikan upah minimum setiap tahunnya.
"Kepentingan dari teman-teman buruh, upah naik setiap tiap tahun. Enggak usah demo, enggak usah ribut. Enggak usah apa-apa, upah naik 8,71 persen," kata dia.
Sementara bagi pengusaha, kenaikan UMP berdasarkan PP juga memberikan kepastian akan biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan pengusaha setiap tahun. Dengan demikian, diharapkan membuat sektor usaha menjadi lebih stabil.
"Kepentingan pengusaha, kenaikan upah tiap tahun bersifat predictable, tidak menimbulkan guncangan industri. Karena kalau naiknya terlalu tinggi akan menimbulkan guncangan. Kalau upah digenjot terlalu tinggi, kalau terjadi PHK, nanti orang teriak lagi," ungkap dia.
Oleh sebab itu, Hanif meminta semua pihak termasuk buruh untuk menerima kenaikan UMP 2018 ini. Dengan demikian, kondisi dunia usaha bisa lebih kondusif dan diharapkan berdampak pada kinerja yang lebih baik.
"Makanya saya minta semuanya menerima, ini sudah keputusan yang terbaik. Ini sudah win-win," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UMP 2018 Naik 8,7 Persen
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kemnaker tanggal 13 Oktober 2017 dengan Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017.
Besaran kenaikan tersebut merupakan total penjumlahan dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi sesuai dengan formula kenaikan upah minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2018 bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) sesuai dengan Surat Kepala BPS RI Nomor B-188/BPS/1000/10/2017 tanggal 11 Oktober 2017," dikutip dari Surat Edaran Kemnaker yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2017.
Dalam Surat Kepala BPS tersebut menetapkan inflasi nasional sebesar 3,72 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDB) sebesar 4,99 persen. Oleh karena itu, jika kedua komponen tersebut dijumlahkan menjadi sebesar 8,71 persen.
Adapun formula untuk menghitung besaran UMP 2018, yaitu besaran UMP 2017 ditambah dengan hasil perkalian antara besaran UMP 2017 x (tingkat infasi+pertumbuhan ekonomi nasional). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan Ayat 2 PP Nomor 78 Tahun 2015.
Dengan demikian, besaran UMP 2018 di masing-masing provinsi, yaitu UMP 2017 + (UMP 2017 x 8,71 persen). Sebagai contoh, untuk DKI Jakarta, kenaikan UMP-nya, yaitu besaran UMP 2017 Rp 3.355.750 x 8,71 persen, yaitu Rp 292.285. Dengan demikian, besaran UMP 2018 jika mengikuti PP Nomor 78 Tahun 2015, yaitu Rp 3.355.750 + Rp 292.285, yaitu Rp 3.648.035.
Advertisement