Kofi Annan: 2.000 Pulau di RI akan Hilang pada 2030

Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) Kofi Anan sangat memperhatikan isu perubahan iklim

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 10 Nov 2017, 20:45 WIB
Mantan Sekjen PBB Kofi Annan di acara AdAsia 2017, Nusa Dua Bali (Foto: Zulfi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) Kofi Anan sangat memperhatikan isu perubahan iklim. Dia menyebut, banyak pulau-pulau akan tenggelam dalam beberapa tahun ke depan, termasuk pulau di Indonesia.

Kofi Annan menyoroti jutaan orang di dunia terdampak perubahan iklim, mulai dari polusi udara, sanitasi yamg buruk, daerah kumuh juga kurangnya air bersih. Dia menuturkan, sektor bisnis bisa menanggulangi masalah ini.

"Bisnis juga dibutuhkan untuk mengantisipasi masalah perubahan iklim. Di Asia dan di negara lain di dunia, jutaan orang terkontaminasi polusi udara, sanitasi buruk, masalah air bersih," tuturnya di acar konferensi periklanan terbesar se-Asia, AdAsia 2017 di Bali Nusa Dua Convention Center, Jumat (10/11/2017).

Yang paling mengkhawatirkan adalah akan ada pulau-pulau yang tenggelam akibat naiknya permukaan air laut, sebagai dampak dari perubahan iklim. Di 2030, Indonesia disebutkannya akan kehilangan ribuan pulau.

"Naiknya permukaan laut mengancam neagra-negara kepulauan. Indonesia saja diperkirakan akan kehilangan 2.000 pulau di 2030 jika air laut naik. Asia punya peran kunci untuk mengatasi ini," tambahnya.

Peraih Nobel Perdamaian di 2001 ini menyebutkan, adanya fenomena ini menjadi peluang bagi pengusaha untuk mengembangkan ekonomi hijau. Seperti di sektor energi adalah energi terbarukan. Ia menuturkan, kini terlihat kenaikan jumlah negara yang mengembangkan energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi. Meski demikian, peluangnya masih sangat besar.

"Saya mendorong perusahaan dan pengusaha untuk bekerja sama dengan universitas dan institusi untuk mengembangkan efisiensi energi, transportasi pintar," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Maldives dan Pantai Utara Jawa Senasib, Terancam Tenggelam

Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyatakan, Pantai Utara Jawa terancam bakal tenggelam sama seperti Maldives yang terletak di Samudera Hindia. Pemerintah harus mulai serius memikirkan cara untuk menyelamatkan Pantai Utara Jawa, termasuk Jakarta.

"Pulau-pulau dengan ketinggian air laut yang bertambah akan tenggelam, seperti Maldives. Apa yang terjadi di Maldives di masa depan akan terjadi juga di sebagian kepulauan kita. Ini yang harus diantisipasi sekarang," jelas Bambang di acara Rakernas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Kamis 3 Agustus 2017.

Bambang mengakui, penurunan tanah dan erosi yang sangat parah mengancam Pantai Utara Jawa tenggelam, seperti Maldives yang terkenal dengan sebutan Kepulauan Maladewa itu. "Penurunan (tanah) di Pantai Utara Jawa sudah terjadi. Ini sangat serius," ucap Mantan Menteri Keuangan itu.

Meski sama-sama terancam tenggelam, kata Bambang, ada perbedaan dampak antara Maldives dan Pantai Utara Jawa. Menurutnya, dampak yang ditimbulkan ke Maldives hanya terbatas jika pulau-pulau di kawasan Maldives tenggelam. Sedangkan Pantai Utara Jawa memberi dampak yang sangat luas.

"Kalau pulau-pulau di sekitar Maldives tenggelam, dampaknya terbatas karena cuma ada resor, turis, dan pegawai. Tapi di Pantai Utara Jawa itu tidak kosong, malah daerah yang dapat di Indonesia," terangnya.

"Penduduk Jakarta saja 10 juta jiwa, Jabodetabek 20 juta jiwa. Semua dekat degan pantai utara, kecuali Depok. Tapi Tangerang, Bekasi sampai Cikarang dekat dengan pantai utara. Banjir rob juga sering terjadi bukan hanya di Semarang," tambah Bambang.

Bappenas seperti diketahui tengah mengkaji pembangunan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau disebut tanggul laut di wilayah utara Jakarta. Tanggul laut ini memiliki peran penting sebagai penahan banjir di wilayah Jakarta.

"Jadi Pantai Utara Pulau Jawa terancam. Kita tidak bisa berharap ada magic, ada dewa yang bisa membuat Pulau Jawa bisa tidak tenggelam terus karena kondisi geologis dan geografis. Pemerintah harus bisa melindungi masyarakat, dan masyarakat harus siap dengan perubahan tadi," pungkas Bambang.

Sebelumnya pada 15 Maret 2017, Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melanjutkan kajian proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), termasuk pembangunan tanggul raksasa di laut Jakarta. Proyek tersebut sangat penting demi keberlanjutan lingkungan dan supaya Jakarta tidak tenggelam akibat penurunan tanah.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan, keputusan untuk meneruskan studi kelayakan atau feasibility study (FS) proyek tanggul raksasa di laut Jakarta karena pertimbangan lingkungan.

"NCICD bukan untuk banjir, tapi untuk lingkungan sehingga mencegah penurunan tanah. Karena semua kota di pesisir, seperti Tiongkok, Tokyo, bahkan sampai New York dan Jakarta turun semua (tanah)," kata dia.

Cara yang bisa dilakukan untuk menghindari hal tersebut, diakui Basuki, menghentikan penyadapan air tanah. Salah satunya dengan menambah jumlah suplai air."Penambahan suplai air bisa dari Waduk Jatiluhur, sambil nanti dilihat apakah perlu yang lain di laut utara atau tidak. Jadi perlu studi detailnya," kata dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya