Liputan6.com, Gianyar - Ribuan suporter Bali United memiliki cara tersendiri untuk mengkritik penyelenggaraan Liga 1 oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB). Suporter Bali United dari berbagai elemen itu menyepakati untuk mengenakan baju hitam pada laga yang mempertemukan Bali United versus Persegres Gresik United.
Bukan tanpa alasan mereka mengenakan baju berwarna hitam pada laga pamungkas tesebut. Nyoman Suharta, salah satu pentolan suporter Bali United bernama Brigaz Bali menjelaskan, mengenakan baju berwarna hitam sebagai bentuk aksi demonstratif yang mereka lakukan.
Baca Juga
Advertisement
"Ini sudah kesepakatan semua elemen suporter pendukung Bali United. Pakai baju warna hitam sebagai bentuk kritik kepada Liga 1. Kami mengkritik matinya fair play dalam sepak bola kita," kata Nyoman Suharta kepada Liputan6.com, Minggu (12/11/2017).
Aksi suporter Bali United yang terdiri dari Semeton Dewata, Brigaz Bali, Curva Sud Bali United, Black East Famiglia Bulldog Bali dan North Side Boys itu merujuk pada insiden yang menimpa Mitra Kukar saat mereka berhadapan dengan Bhayangkara FC.
Pertandingan itu yang membuat Bhayangkara FC mendapat tambahan dua poin lantaran Mitra Kukar dianggap menurunkan pemain ilegal pada pertandingan itu, Muhamed Sissoko. Imbasnya, Bhayangkara langsung mengunci juara setelah mereka menekuk Madura United. Hal itu sekaligus menutup peluang [Bali United](http://www.liputan6.com/tag/bali-united "") untuk merebut juara Liga 1.
Widodo Beri Apresiasi
Di sisi lain, Pelatih Bali United, Widodo Cahyono Putro mengapresiasi langkah para suporter. “Saya apresiasi terhadap suporter yang pakai baju hitam-hitam,” ujarnya.
Hanya saja, Widodo melanjutkan, pemain Bali United tetap menggunakan jersey berwarna merah meski mereka memiliki jersey berwarna hitam. Widodo tak ingin pemain terus berlarut-larut dalam kesedihan.
"Pemain tetap pakai jersey warna merah. Pemain tidak boleh bersedih larut-larut. Kita harus menatap Piala AFC ke depan," ucap Widodo.
Advertisement
Pemain Paling Sedih
Kendati begitu, bukan berarti tim Bali United tak merasakan kesedihan seperti yang dirasakan suporter mereka. Widodo mengatakan, pemainlah yang pertama-tama merasakan kesedihan.
“Tapi bukan berarti kita tidak ikut sedih. Kami yang paling pertama sedih. Bagaimana kita bermain di Makassar taruhannya nyawa. Lemparannya bukan botol plastik lagi, tapi kursi, besi dilempar. Kita juga turut prihatin, tapi pemain harus bangkit. Harus all out, kerja keras untuk ke depannya,” tuturnya.