Liputan6.com, Sukabumi - Peci hitam di kepala menjadi salah satu ciri khas ulama pejuang kemerdekaan dari Sukabumi, Jawa Barat. Dialah Kiai Haji Ahmad Sanusi, sahabat Sukarno yang melawan penjajah dengan pemikiran dan dakwah.
KH Ahmad Sanusi lahir 18 September 1888 di Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Sepak terjangnya dalam membela kemerdekaan, seharusnya tidak lagi diragukan.
Ketua Persatuan Umat Islam (PUI) Kota Sukabumi, Munandi Saleh, menuturkan, KH Ahmad Sanusi aktif melawan penjajahan melalui pemikiran dan dakwahnya. Pandangannya mengenai banyak hal keagamaan kerap berseberangan dengan ulama pakauman, kalangan ulama yang dekat dengan pemerintahan penjajah.
"Misalnya, terkait kewajiban mendoakan pemerintah dan Ratu belanda saat salat Jumat. Beliau berani melawan, dan menyuarakan bahwa itu tidak benar," ujar Munandi kepada Liputan6.com, Sabtu, 11 November 2017.
Perjuangan KH Ahmad Sanusi juga dilakukan dengan membentuk organisasi Al-Ittihadiyatul Islamiyah sekitar 1931. Organisasi itu kemudian berubah nama menjadi Persatuan Oemat Islam Indonesia (POII) pada 1944.
Baca Juga
Advertisement
Dalam perjalanannya, nama POII berubah sesuai Ejaan Soewandi menjadi PUII pada 1947. PUII kemudian melebur dengan organisasi massa Islam lain menjadi Persatuan Umat Islam pada 1952.
KH Ahmad Sanusi juga tercatat sebagai salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), bersama sahabatnya KH Abdul Halim dari Majalengka, serta Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta. Ia ikut pindah ke Yogyakarta saat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Ketokohan KH Ahmad Sanusi menjadikannya sebagai sosok yang diperhitungkan secara nasional. Presiden Sukarno pun kerap menemuinya setiap kali berkunjung ke Sukabumi.
"Hubungan keduanya bisa dikatakan sebagai sahabat. Di satu sisi kedatangan Presiden Sukarno juga tidak terlepas ketokohan Ahmad Sanusi," kata Munandi yang juga penulis Buku KH Ahmad Sanusi.
KH Ahmad Sanusi dan Sukarno, kata Munandi, memiliki pandangan yang sama mengenai Indonesia serta perlawanan terhadap penjajahan. Pemikiran keduanya yang bermuara pada satu titik temu, membuat pertemuan keduanya di Sukabumi kerap diisi dialog dalam suasana yang hangat.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tiga Kali Ditolak Sebagai Pahlawan Nasional
Perlawanan yang disuarakan KH Ahmad Sanusi membuat kolonial Belanda geram. Ia pun ditangkap dan dipenjara.
Pada periode 1927-1928, KH Ahmad Sanusi mendekam di balik jeruji besi di beberapa tempat, mulai dari penjara Cianjur, Sekolah Polisi (Setukpa), dan penjara Nyomplong. Pada November 1928, KH Ahmad Sanusi dibuang ke Batavia Centrum hingga dilepas pada 1934.
"Peci hitam yang digunakannya adalah simbol nasionalisme. Ia pun sudah menggunakan nama Indonesia untuk organisasi yang Ia bentuk, sebelum negara ini merdeka," tutur Munandi.
Segudang peran dan upaya dalam memperjuangkan kemerdekaan RI, mendorong masyarakat Sukabumi untuk mengusulkan nama KH Ahmad Sanusi ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Namun, keinginan itu selalu terganjal tanpa alasan yang jelas.
Munandi menjelaskan, pengusulan gelar pahlawan nasional setidaknya sudah dilakukan sebanyak tiga kali yakni pada 2008, 2013, dan 2015. Pengusulan ini dilakukan melalui Pemerintah Kota Sukabumi, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Seharusnya masyarakat dikasih tahu, apa sih kekurangannya yang membuat KH Ahmad Sanusi belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional," kata Munandi.
Tim verifikasi pemberian gelar pahlawan nasional dari Kementerian Sosial cenderung pasif. Munandi menilai tidak melihat upaya penelusuran oleh tim, untuk mengkroskek kebenaran sejarah KH Ahmad Sanusi.
Munandi menjelaskan, pengusulan gelar pahlawan nasional sudah dilakukan sesuai prosedur serta persyaratan yang tertuang dalam Undang-Undang 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pemberian gelar pahlawan nasional terhadap KH Ahmad Sanusi seharusnya tidak lagi sulit.
"Seluruh persyaratan sudah dipenuhi. Tinggal kemauan politik," tutur Munandi.
Advertisement