Liputan6.com, Jakarta - Miryam S Haryani tidak terima divonis 5 tahun penjara oleh majelis pengadilan Tipikor, Jakarta. Ia divonis atas tuduhan memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP.
Menurut Miryam, seharusnya penyidik KPK Novel Baswedan yang lebih pantas menerima hukuman tersebut.
Advertisement
"Jadi tersangka saja saya sudah keberatan. Saya kena pasal tunggal Pasal 22. Ada satu penyidik yang memberikan keterangan tidak benar yaitu Novel Baswedan. Saya akan kejar kemana pun," kata Miryam usai sidang vonis majelis hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).
Dalam amar putusan, majelis hakim menilai dakwaan JPU sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 22 juncto Pasal 35 UU No 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terpenuhi. Pasal itu mengatur terkait pemberian keterangan tidak benar atau palsu.
Miryam kembali menuturkan, ia ditekan Novel dalam proses pemeriksaan. Hal itu merupakan pengulangan apa yang ia pernah sampaikan di persidangan.
Meski Hakim mengabaikan pengakuannya, Miryam bersikeras. Ia menegaskan akan melaporkan Novel Baswedan ke polisi.
"Saya ditekan dan diintimidasi Novel selama proses penyidikan. Saya akan laporkan. Saya konsultasi dulu nanti sama kuasa hukum. Nanti saya kabarin kapan laporannya," ujar Miryam.
Vonis Lebih Rendah
Majelis hakim pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada terdakwa Miryam S Haryani. Majelis hakim menilai, Miryam terbukti secara sah dan meyakinkan telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara korupsi proyek e-KTP saat bersaksi atas terdakwa Irman dan Sugiharto.
Vonis Miryam ini lebih rendah tiga tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Miryam sebelumnya dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini
Advertisement