Jubir Wapres: Pengacara Setya Novanto Cenderung Menyesatkan

Dia pun mengingatkan, tersangka dalam hal pidana khusus atau korupsi, memang tak perlu izin Presiden. Sehingga, KPK boleh memeriksanya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Nov 2017, 06:41 WIB
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (tengah) saat memimpin rapat pleno di kantor DPP Partai Golkar. (Liputan6.com/Johan Oktavianus)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyebut tak ingin berkonflik dengan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi. Namun, Wapres ingin meluruskan bahwa Ketua DPR tak perlu izin Presiden untuk diperiksa KPK.

"Pak JK meletakkan sesuatu itu pada koridor yang sebenarnya supaya jangan menyesatkan. Karena pengacara Setya Novanto ini kan cenderung menyesatkan sebenarnya. Membangun opini, seolah-olah bahwa untuk memeriksa Ketua DPR itu itu harus izin Presiden, tidak," ucap juru bicara JK, Husain Abdullah di kantor Wapres, Senin (13/11/2017).

Dia pun mengingatkan, tersangka dalam hal pidana khusus atau korupsi, memang tak perlu izin Presiden. Sehingga, KPK boleh memeriksanya.

"Ini harus publik ketahui, bahwa Ketua DPR yang menjadi tersangka kasus pidana khusus itu tak harus izin Presiden. Boleh KPK periksa tanpa izin, begitu," jelas Husain.

Saat ditanya apakah itu berlaku untuk tersangka saja atau masih terduga, dia mengatakan tak ada pengecualian soal status.

"Sepanjang kaitannya dengan pidana khusus," pungkas Husain.


Upaya Jemput Paksa

Sementara itu, KPK tengah mempertimbangkan untuk menjemput paksa Ketua DPR Setya Novanto. Pasalnya, Novanto sudah tiga kali mangkir dari panggilan KPK.

Pemanggilan itu dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus e-KTP dengan tersangka Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memastikan akan menggunakan kewenangan yang diamanatkan undang-undang untuk menghadirkan Novanto.

"Kalau pada panggilan ketiga tidak hadir, maka KPK berdasarkan hukum kan bisa memanggil dengan paksa seperti itu," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).

Menurut Syarif, berdasarkan peraturan undang-undang, penyidik diperbolehkan untuk menjemput paksa seseorang. Untuk itu, KPK mulai mempertimbangkan hal tersebut.

"Kalau sekarang dia tidak hadir lagi, maka kan kita bekerja sesuai dengan aturan saja. (Jemput paksa) Itu salah satu yang dibolehkan oleh peraturan undang-undang, memanggil secara paksa," jelas dia.

Meski begitu, KPK berharap Ketua Umum Partai Golkar itu kooperatif dan memenuhi panggilan penyidik. Terlebih, Novanto adalah pimpinan sebuah lembaga negara, sehingga ia sebaiknya patuh terhadap penegak hukum.

"Kita berharap beliau bisa hadir tanpa harus ada paksaan," ucap Syarif.

 

Saksikan vidio pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya