Liputan6.com, Tokyo - Bank besar asal Jepang Mizuho Financial Group mengumumkan akan merumahkan 19 ribu karyawannya akibat keuntungan yang terus menurun. Hal ini terungkap dari bocoran dokumen yang diterima media setempat.
Seperti dilansir dari Japan Times, Selasa (14/11/2017), bank terbesar ketiga di Negeri Matahari Terbit ini akan memotong jumlah pegawainya di Jepang yang saat ini berjumlah 79 ribu orang. Mizuho juga bakal mengurangi seperempat pegawainya di luar negeri pada Maret 2027 dan menutup 100 kantor cabang lokal.
Advertisement
Bank di Jepang dihadapkan pada profit yang terus merosot akibat bank sentralnya yang memberlakukan suku bunga negatif. Pendapatan pinjaman yang menurun pada kuartal kedua menunjukkan bagaimana bank-bank terbesar di Jepang semakin sulit menghasilkan uang dari pemberian kredit akibat suku bunga negatif.
Kebijakan ini dilakukan oleh Bank Sentral dengan tujuan mendorong masyarakat dan pelaku ekonomi mengambil kredit dan mendorong terjadinya inflasi.
"Rasio biaya kami yang terus meningkat menjadi tantangan utama, inilah mengapa kami perlu melakukan strukturisasi fundamental yang mendasar," tutur Chief Executive Officer Mizuho Bank, Yasuhiro Sato.
"Pertumbuhan sangat sulit capai di kondisi persaingan global seperti ini. Untuk itu, penting bagi kami untuk meningkatkan produktivitas," lanjut Sato.
Laba bersih Mizuho turun 12 persen menjadi 198,4 miliar yen (US$ 1,7 miliar) dalam tiga bulan yang berakhir pada 30 September lalu. Hal ini terjadi dikarenakan merosotnya bisnis pinjaman dan biaya.
Saham Mizuho ditutup turun 0,8 persen sebelum pengumuman. Saham tersebut telah tergelincir sekitar 4 persen tahun ini, meski indeks benchmark Topix naik 17 persen.
"Ini bukan hanya tentang memangkas tenaga kerja. Langkah ini diambil juga untuk memindahkan tenaga ke garis depan," tuturnya lagi
Pekerjaan perbankan akan hilang?
Mantan Bos Citigroup, Vikram Pandit, mengatakan, teknologi yang makin berkembang akan menjadi ancaman tersendiri bagi para pekerja di dunia perbankan. Dalam lima tahun yang akan datang, ia memprediksi 30 persen pekerjaan di bank bisa menghilang.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, pria 60 tahun ini mengatakan ancaman terbesar teknologi datang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan robot. Dua teknologi ini akan menggantikan sumber daya manusia yang bekerja di back office.
"Saya melihat dunia perbankan beralih dari lembaga keuangan besar ke perusahaan yang sedikit lebih terdesentralisasi," tuturnya seperti dilansir dari Bloomberg.
Prediksi Pandit ternyata sama dengan riset yang dikeluarkan Citigroup pada Maret lalu. Dalam laporan tersebut, diperkirakan 30 persen pekerjaan perbankan akan hilang selama satu dekade mendatang. Perusahaan perbankan juga akan semakin banyak menggunakan kinerja robot untuk melakukan berbagai pekerjaan.
Laporan Citi juga menyebutkan, adanya kantor cabang dan biaya staf bank membuat sekira 65 persen dari total biaya ritel dasar bank yang lebih besar. Banyak dari pekerjaan ini berisiko terkena dampak automatisasi.
Pekerjaan teller secara khusus juga terancam. Hal ini terlihat dari jumlah teller di bank AS telah menurun 15 persen sejak mencapai puncaknya pada 2007.
Negara yang mengalami pergeseran profesi perbankan terbesar adalah China. Di banyak tempat, kecerdasan buatan dan internet telah menggantikan posisi bank di Negeri Tirai Bambu ini.
Advertisement