Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak stabil pada perdagangan hari ini. Dolar AS berpotensi menguat karena ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS.
Mengutip Bloomberg, Selasa (14/11/2017), rupiah dibuka di angka 13.551 per dolar AS, menguat tipis atau hanya satu poin jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.552 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.531 per dolar AS hingga 13.554 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 0,45 persen.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.542 per dolar AS. Patokan hari ini menguat jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.555 per dolar AS.
Di Asia, dolar AS sebenarnya cukup stabil. Oleh karena itu, penguatan rupiah tak terlalu besar. Sebenarnya gerak dolar AS mendapat dukungan dari kenaikan imbal hasil sudat utang pemerintah jangka panjang yang mengalami kenaikan.
Selain itu, dukungan terhadap dolar AS juga dari ekspektasi rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) pada akhir tahun ini.
"The Fed dipastikan akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Saat itu dolar AS bisa langsung terkerek naik," jelas analis Brown Brothers Harriman, Tokyo, Masashi Murata.
Sedangkan di Eropa, pound sterling mengalami penguatan tipis sehingga menekan dolar AS. Perdebatan pelaku pasar masih kepada soal pembayaran tagihan pada Brexit.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sempat tertekan
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat tertekan pada pekan lalu. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadikan rupiah melemah cukup signifikan tersebut.
Pertama, secara langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi AS yang lebih baik dari perkiraan. Alhasil, dolar AS menguat terhadap semua mata uang di dunia.
"Kedua adalah faktor pemilihan pimpinan The Fed. Ada dua kandidat terkuat yang menurut pasar lebih berani mengambil keputusan daripada Janet Yellen, yaitu John Taylor dan Jerome Powell," kata Perry.
Sedangkan faktor ketiga adalah rencana bergulirnya Undang-Undang Pajak oleh Presiden AS Donald Trump. Dalam UU ini, nantinya akan ada stimulus pajak di beberapa sektor yang secara langsung akan mempercepat pemulihan ekonomi AS.
Hanya saja, Perry memastikan, apa pun yang terjadi dengan sentimen global tersebut, Bank Indonesia tetap menjalankan fungsinya untuk menjaga rupiah lebih stabil. Maka dari itu, belakangan ini BI telah melakukan intervensi di pasar valas.
"Tidak hanya melakukan intervensi di pasar valas, tapi kita juga mulai melakukan pembelian SBN di pasar sekunder," ujar dia.
Advertisement