Liputan6.com, Washington, DC - Usai sudah lawatan perdana Donald Trump ke Asia. Presiden AS itu menghabiskan 12 hari untuk mengunjungi lima negara, dimulai dari Jepang, lalu lanjut ke Korea Selatan, China, Vietnam, hingga akhirnya berakhir di Filipina.
Presiden Amerika Serikat tersebut mengklaim kunjungan berjalan sukses. "Dua belas hari yang hebat. Banyak hal luar biasa telah terjadi bagi negara kita dan, saya rasa juga bagi dunia," ujar Trump seperti dikutip dari news.sky.com pada Rabu (15/11/2017).
Trump memang dinilai berhasil "mengendalikan diri" dan menghindari insiden diplomatik di sepanjang lawatannya. Namun, di lain sisi, ia dianggap kurang berhasil "menguatkan" posisi AS di Asia.
Misi Trump soal "America First" dianggap tersampaikan dengan baik. Meski demikian, ia disebut kurang bisa meyakinkan sekutunya bahwa kepemimpinan dan keterlibatan AS di kawasan masih jadi perhatian pemerintahannya pada saat China semakin kokoh menancapkan pengaruhnya.
Bagaimanapun, kunjungan Trump ke Asia meninggalkan sejumlah jejak. Seperti dikutip dari berbagai sumber, berikut beberapa hal yang patut jadi perhatian selama Presiden AS itu menginjakkan kaki di lima negara di Asia.
1. Selalu Menyinggung Pasar Saham AS
Tak peduli siapa yang menjadi lawan bicaranya, Trump akan selalu bicara soal pasar saham AS. Ia melakukannya saat bertemu PM Jepang Shinzo Abe, Presiden Korsel Moon Jae-in, di atas panggung ketika pidato di ajang KTT APEC di Vietnam bahkan ketika duduk makan siang bersama militer AS di pangkalan militer AS di Vietnam.
Hal serupa juga dilakukan Trump saat berpidato di hadapan Sidang Majelis Umum PBB, September lalu. Kala itu, ia memamerkan deretan hal yang ia klaim sebagai prestasinya.
Baca Juga
Advertisement
"Saham berada pada titik tertinggi sepanjang masa, ini sebuah rekor. Pengangguran berada pada titik terendah dalam 16 tahun terakhir. Kita memiliki lebih banyak pekerja di AS saat ini dibanding sebelumnya. Perusahaan-perusahaan bangkit kembali, menciptakan lapangan kerja, keadaan yang lama tidak pernah terlihat di negara kita dan baru saja diumumkan bahwa kita akan menghabiskan nyaris US$ 700 miliar untuk militer dan pertahanan kita. Militer kita akan segera menjadi yang terkuat yang pernah ada," ucap Trump saat itu.
2. Kebijakan Trump Soal Krisis Nuklir Korut Belum Jelas
Ada kekhawatiran bahwa dalam lawatannya, Trump mungkin akan memicu ketegangan di Semenanjung Korea atau justru Kim Jong-un akan mengambil kesempatan tersebut untuk melakukan uji coba rudal. Namun, kedua hal tersebut tidak terjadi.
Meski demikian, kebijakan Trump atas krisis nuklir Korut dinilai menunjukkan kebimbangan antara sentimen pribadinya, ancaman opsi militer yang kerap dilontarkannya, dan negosiasi yang belakangan disinggungnya. Ia mengemukakan imbauan dan pada saat bersamaan juga mengumandangkan ancaman, seperti yang dilakukannya di Korsel.
"Akan sangat masuk akal bagi Korut untuk bernegosiasi dan membuat kesepakatan yang baik bagi rakyat negara itu dan masyarakat dunia," ujar Trump dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Moon Jae-in seperti dikutip dari Al Jazeera.
Ia menambahkan, "Kami mempertontonkan kekuatan yang besar. Dan saya rasa, mereka (Korut) paham bahwa kekuatan kami tak tertandingi... Kami punya banyak hal di mana kami berharap pada Tuhan untuk tidak pernah menggunakannya."
Perdagangan, HAM dan Indo Pasifik
3. 'Mengecilkan' Peran AS di Panggung Global
"Setelah tur keliling Asia, semua negara yang berurusan dengan kami dalam PERDAGANGAN tahu bahwa peraturan telah berubah. AS harus diperlakukan secara adil dan timbal balik. Defisit PERDAGANGAN besar-besaran harus turun segera," tulis Trump di akun Twitter-nya @realDonaldTrump pada 13 November.
Bagi Trump, twitnya mungkin terdengar sesuatu yang normal. Namun, bagi banyak negara itu berarti bahwa hubungan dagang dengan AS akan semakin sulit dan di bawah kepemimpinan Trump, AS diduga kuat tidak akan menandatangani kesepakatan perdagangan multinasional.
4. 'Tak Tertarik' soal HAM
Ketika berkunjung ke China, Trump sama sekali bungkam bicara soal HAM. Padahal Tiongkok merupakan salah satu negara yang paling banyak disorot terkait isu tersebut.
Isu HAM juga absen dalam kunjungannya ke Vietnam dan Filipina. Pendahulunya, Barack Obama, vokal mengkritik kebijakan rezim Rodrigo Duterte atas pembunuhan ekstra yudisial yang diterapkannya dalam perang melawan narkoba.
Gedung Putih mengklaim bahwa Trump bicara soal HAM saat melakukan pertemuan bilateral dengan Duterte. Namun, juru bicara Duterte mengatakan bahwa hal tersebut tidak terjadi.
5. Penggunaan Terminologi 'Indo Pasifik' Berulang Kali
Dalam lawatan perdananya ke Asia, Trump berulang kali menggunakan terminologi "Indo Pasifik" untuk merujuk pada Asia Pasifik. Ini disinyalir untuk menyoroti kenaikan India demi menyimbangkan China, sekaligus memperluas cakupan wilayah hingga Asia Selatan dan Timur.
Istilah "Indo Pasifik" selama ini telah digunakan secara sporadis di kalangan diplomat dan akademisi. Mantan rival Trump dalam Pilpres 2016, Hillary Clinton, dilaporkan pernah menyebutnya setidaknya dua kali.
Advertisement