Liputan6.com, Papeete - Rencana ambisius untuk menciptakan sebuah kota di atas laut, lengkap dengan rumah, kantor pemerintahan, dan restoran, mulai dapat terwujud.
Sebuah proyek pembangunan di perairan pesisir Polinesia Prancis ditetapkan menjadi 'tiang pancang' awal untuk komunitas terapung di tengah laut (seasteading) pertama yang akan berfungsi pada tahun 2020. Demikian seperti dikutip dari Independent, Rabu (15/11/2017).
Advertisement
Proyek kota terapung yang bernama Floating Island Project itu mampu menjadi rumah bagi 300 orang.
Penggagas proyek itu, Joe Quirk -- yang menjabat sebagai Presiden untuk The Seasteading Institute -- mengatakan, konsep kota/komunitas terapung di tengah laut merupakan salah satu cara untuk terbebas dari carut marut yang terjadi di sebuah kota atau sebuah negara.
"Saya kecewa dengan keadaan pemerintah saat ini, di mana mereka semakin tidak membaik dan terjebak dengan dialektika masa lalu," kata Quirk kepada The New York Times seperti dikutip dari Independent.
"Maka, jika Anda bisa memiliki kota terapung di tengah laut, pada dasarnya kota tersebut akan menjadi negara start-up. Kita bisa menciptakan pemerintahan yang beragam, besar, untuk berbagai macam orang," tambahnya.
Saat ini, menurut Quirk, para peminat konsep seasteading siap untuk bekerja sama dengan pemerintah beberapa negara untuk mengimplementasikan inisiatif mereka.
Floating Island Project yang dikelola oleh Blue Frontiers -- perusahaan milik Joe Quirk -- itu akan bekerja sama dengan pemerintah daerah Polinesia Prancis.
Kerja sama itu akan menciptakan apa yang disebut sebagai 'Semi-Autonomous Floating Venice in Paradise', nama resmi dari kota Floating Island Project tersebut.
Seperti dikutip dari Independent, tim insinyur dan arsitek telah mengunjungi lokasi proyek pembangunan kota tersebut -- yang statusnya saat ini dirahasiakan.
Ambisi mereka di kota terapung itu mencakup pembentukan sebuah lembaga penelitian, pembangkit listrik untuk menjual energi terbarukan, dan air bersih. Beberapa komoditas yang diproduksi di kota itu akan disalurkan ke negara asal para insinyur dan arsitek tersebut.
Pembangunan kota itu diproyeksikan memiliki nilai US$ 167 juta.
Tim insinyur dan arsitek telah berkolaborasi dengan Polinesia Prancis untuk menciptakan kerangka pemerintahan di kota tersebut.
Quirk, mula-mula tertarik pada gagasan untuk merayakan Festival Burning Man di Nevada pada tahun 2011. Festival tersebut memberinya gagasan tentang jenis masyarakat tanpa hambatan (unconstrained society) yang di berbagai kota besar di luar negeri.
Salah satu pendukung proyek itu adalah miliarder Silicon Valley, Peter Thiel yang telah jatuh cinta pada proyek itu dan menginvestasikan US$ 1,7 juta untuk The Seasteading Institute.
Jika benar-benar berdiri pada 2020 nanti, kota itu akan menjadi proyek 'seasteading' pertama di dunia, sejak prototipe yang gagal muncul di San Fransisco pada 2010 lalu.
Kini, tim di balik Floating Island Project itu sangat yakin akan gagasan baru mereka. Mereka saat ini sedang dalam proses untuk menunjukkan kelayakan proyek tersebut kepada pemerintah daerah Polinesia Prancis.
Memorandum yang mereka tandatangani menjelaskan bahwa kota terapung tersebut harus mampu memberikan dampak ekonomi dan lingkungan positif bagi negara tuan rumah mereka, yakni Polinesia Prancis.
Jika semuanya berjalan sesuai rencana, proyek percontohan itu akan siap untuk diuji coba pada 2018 dan berfungsi penuh pada 2020. Dan untuk tahun-tahun selanjutnya, Quirk berharap akan ada banyak kota mengapung lain yang berdiri di atas laut.
"Saya ingin melihat berbagai kota mengambang pada 2050, ribuan di antaranya mudah-mudahan," kata Quirk.