Politikus Golkar Ini Tak Diizinkan Masuk Rumah Setya Novanto

Aziz yang mencoba masuk tidak mendapat izin dari petugas keamanan yang berjaga di depan pintu gerbang rumah Setya Novanto

oleh Moch Harun Syah diperbarui 15 Nov 2017, 23:46 WIB
Sejumlah aparat kepolisian Brimob berjaga di depan pintu rumah tersangka Ketua DPR RI Setya Novanto jelang penjemputan paksa oleh KPK di Jalan Wijaya 13 No 19, Jakarta Selatan, Rabu (15/11). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah politikus Partai Golkar terlihat mendatangi kediaman tersangka kasus megaproyek e-KTP Setya Novanto. Salah satunya yaitu anggota DPR RI Aziz Syamsuddin. Namun demikian, langkah Azis terhenti di depan rumah karena tidak bisa masuk.

Pantauan Liputan6.com, Aziz yang mencoba masuk tidak mendapat izin dari petugas keamanan yang berjaga di depan pintu gerbang rumah Novanto.

"Ini saya mau masuk tidak bisa. Kasihan ini mereka (polisi) pada capek," kata Aziz di depan kediaman Novanto, Rabu (15/11/2017), di Jakarta.

Aziz sendiri mengaku baru mendengar kabar kedatangan penyidik KPK ke rumah Novanto dari televisi. Terkait bagaimana sikap Golkar bila KPK menahan paksa Novanto, Aziz mengaku belum bisa menjelaskan lebih jauh.

"Soal sikap DPP nanti kita lihat lah," kata Aziz.

Pantauan Liputan6.com, tampak belasan personel Brimob membentuk barikade di depan pintu gerbang rumah Setya Novanto. Sebagian lainnya tampak berjaga di depan pintu utama rumah.

Terlihat pula beberapa penyidik KPK yang bolak-balik di dalam rumah Novanto.

 


Berkali-kali Mangkir

Namun demikian, Setya Novanto sendiri belum terlihat, hanya ada pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, tengah memperhatikan sejumlah berkas bersama penyidik KPK.

Novanto sendiri setidaknya telah empat kali mangkir dari panggilan penyidik KPK, tiga kali sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, dan sekali selaku tersangka.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP untuk kedua kalinya oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 31 Oktober 2017.

Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya, sehingga negara disinyalir rugi sampai Rp 2,3 triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya