Liputan6.com, Solo - Sudah satu tahun kereta uap kuno dari TMII didatangkan ke Solo. Namun hingga saat ini, kereta uap itu belum juga dijalankan. PT KAI Daops VI Yogyakarta beralasan kereta uap itu masih dalam tahap perbaikan.
Loko yang didatangkan dari TMII itu tiba di Kota Solo pada 17 November 2016. Loko diangkat dalam waktu lima hari. Proses pengangkutan memang cukup lama mengingat kondisi Loko yang sudah tua.
Kereta uap ini sudah berusia 70 tahun. Lok dibeli oleh pemerintah RI pada 1950 dan dioperasikan dua tahun kemudian.
Baca Juga
Advertisement
Lokomotif itu termasuk benda bersejarah. Pasalnya, kereta uap tersebut pernah menarik gerbong kereta yang ditumpangi Presiden dan Wakil Presiden RI pertama.
Setahun berselang, lokomotif kereta uap itu ternyata mangkrak. Loko terlihat diparkir di salah satu jalur rel perlintasan di Stasiun Purwosari, Solo. Loko ini sedianya bakal mendampingi kereta uap Jaladara.
Lokomotif kereta uap itu dibiarkan terbuka, tanpa dipayungi atap maupun terpal. Alhasil, rangka besi loko itu kehujanan ataupun terkena sengatan sinar matahari. Padahal, terpaan air hujan maupun sengatan matahari itu bakal membuat rangka besi loko cepat rusak.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Penjelasan KAI
Wakil Kepala PT KAI Daops VI Yogyakarta, Ida Hidayati mengatakan PT KAI sudah mulai memperbaiki lokomotif. Proses perbaikan itu dilakukan secara bertahap.
"Teman-teman sudah melakukan assesment (penilaian). Artinya ini masih on process. Ini kan lokonya termasuk heritage. Perbaikan itu kan ada tahapnya, di-assessment dulu kemudian turun RAB-nya," kata dia di Solo, Rabu, 15 November 2017.
Mengingat loko ini termasuk benda bersejarah, proses perbaikan harus memperhatikan juga suku cadangnya. "Ketersediaan suku cadangnya mestinya ada," kata dia.
Ia mengatakan target pengoperasionalan pada akhir 2017. Namun hingga saat ini, belum ada tanda-tanda jika loko itu bakal dijalankankan.
"Saya nggak tahu kapan kereta ini bisa dijalankan. Karena targetnya memang akhir tahun 2017. Teman-teman sampai saat ini masih melakukan assessment," kata dia.
Advertisement