Venezuela Gagal Bayar Utang, Bagaimana dengan RI?

Total outstanding utang pemerintah hingga September 2017 sebesar Rp 3.866,45 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Nov 2017, 08:13 WIB
Demonstran anti-pemerintah memainkan kartu di jalan raya saat unjuk rasa melawan Presiden Nicolas Maduro, di Caracas, Venezuela, (15/5). Para demonstran menuntut Presiden Nicolas Maduro mundur dari jabatannya. (AP Photo / Ariana Cubillos)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor (S&P), menyatakan Venezuela gagal membayar kupon dan bunga utang senilai US$ 200 juta untuk obligasi global yang jatuh tempo pada 2019 dan 2014. Bagaimana dengan Indonesia yang mencatatkan utang pemerintah senilai Rp 3.866,45 triliun per September 2017?

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Loto Srianita Ginting, mengatakan tren rasio pembayaran bunga utang terhadap jumlah utang rata-rata semakin menurun.

"Saat ini pun tren penurunan tingkat imbal hasil SUN akibat naiknya peringkat utang kita akan berdampak pada beban bunga utang yang semakin berkurang," kata dia dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (17/11/2017).

Untuk diketahui, S&P menaikkan peringkat Indonesia menjadi layak investasi atau investment grade, pertama kali diraih Indonesia sejak krisis ekonomi 1998. Sebelumnya lembaga pemeringkat global lain, Moody's dan Fitch, sudah memberikan peringkat serupa pada 1994 dan 1997.

"Peringkat rating Indonesia dari ketiga lembaga rating adalah investment grade," kata Loto.

Dia menambahkan, Fitch dan Moody's telah memberikan outlook positif atas peringkat surat utang pemerintah. Outlook tersebut dianggap Loto menunjukkan adanya potensi peningkatan level rating dalam periode penilaian berikutnya.

"Pengakuan dari lembaga rating ini menunjukkan adanya kepercayaan bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban utangnya di masa mendatang dan memiliki risiko kecil untuk default (gagal bayar utang)," Loto menjelaskan.

Dari data DJPPR, total outstanding utang pemerintah hingga September 2017 sebesar Rp 3.866,45 triliun. Jumlah utang ini naik Rp 40,66 triliun, dibanding Agustus 2017 yang sebesar Rp 3.825,79 triliun.

Sementara bila dibandingkan dengan posisi 2014, saat pemerintahan Jokowi mulai bekerja, jumlah tersebut membengkak Rp 1.258,67 triliun dari Rp 2.607,78 triliun. Pada 2015, total utang pemerintah pusat sebesar Rp 3.165,13 triliun dan naik menjadi Rp 3.515,46 triliun di periode 2016.

Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ikut terkerek naik dari 24,7 persen di 2014 menjadi 27,4 persen di 2015. Lalu naik lagi menjadi 28,3 persen pada akhir 2016, dan hingga September 2017, rasio utang turun menjadi 28,6 persen dari PDB.

Jika posisi utang saat ini Rp 3.866,45 triliun dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa, maka satu orang menanggung utang sekitar Rp 15,46 juta.

Data DJPPR juga menunjukkan bahwa dalam tiga tahun ini, pemerintah sudah membayar kewajiban utang sebesar Rp 613,1 triliun, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri pemerintah pusat.

Rinciannya pada 2014, realisasi pembayaran kewajiban utang sebesar Rp 133,4 triliun, sebesar Rp 156 triliun di 2015, dan sebesar Rp 182,8 triliun di 2016. Sementara dari Januari-Agustus ini, pemerintah sudah membayar utang Rp 140,9 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kondisi Venezuela

Sebelumnya, Standard & Poor (S&P) merupakan lembaga pemeringkat pertama menyatakan Venezuela gagal dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang (default). Hal ini dilakukan seletelah negara ini tidak mampu untuk melakukan dua pembayaran bunga dan membuat investor pesimistis. Lilitan utang yang menjerat negara Amerika Selatan ini juga memiliki kredit paling berisiko di dunia.

S&P menyatakan Venezuela gagal memenuhi pembayaran kupon dan bunga senilai US$ 200 juta untuk obligasi global yang jatuh tempo pada 2019 dan 2014. Tenggat pembayarannya telah memasuki masa tenggang 30 hari dan akan berakhir pekan depan.

Hasilnya, S&P menurunkan peringkat penerbitan obligasi Venezuela dari CC menjadi D. Tak hanya itu, S&P juga memangkas nilai tukar mata uang asing jangka panjang negara tersebut menjadi default selektif, atau SD, dari sebelumnya yakni CC.

"Laporan CreditWatch memperlihatkan Venezuela masuk dalam kategori negatif. Kondisi ini mencerminkan pandangan kami bahwa Venezuela bisa mengalami gagal bayar setidaknya satu kali dalam tiga bulan ke depan," tulis S&P dalam laporannya seperti dikutip dari Financial Times, Selasa (14/11/2017).

Dengan ditetapkannya Venezuela gagal membayar utang, negara yang dipimpin rezim sosialis itu dikhawatirkan bisa bangkrut dalam waktu dekat.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan tingkat inflasi Venezuela akan naik hingga lebih dari 2.300 persen pada 2018. Perkiraan produk domestik bruto (PDB) yang dibuat untuk 2017 dan 2018 akan direvisi turun menjadi 12 persen dan 6 persen.

Bank sentral Venezuela telah menghentikan penerbitan data inflasi pada Desember 2015. Sementara IMF berpendapat harga- harga konsumen negara tersebut diperkirakan melonjak 2.349,3 persen pada tahun 2018, tertinggi dalam perkiraan.

Venezuela sendiri telah berjuang mengatasi persoalan ekonominya tersebut selama beberapa bulan terakhir. Namun, upaya itu sulit dilakukan lantaran diberlakukanya embargo ekonomi oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya