Setara Institute: Ini 10 Kota Toleran di Indonesia

Laporan ini disusun untuk mengutamakan praktik toleransi dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama dan dilindungi.

oleh Ika Defianti diperbarui 17 Nov 2017, 09:33 WIB
Sudah sejak lama toleransi antara gereja dan masjid di Solo ini terjaga. (Liputan6.com/Fajar Abrori).

Liputan6.com, Jakarta - Setara Institute mengeluarkan hasil penelitian Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2017 pada 94 dari 98 kota di Indonesia. Beberapa kota seperti Manado, Pematangsiantar, Salatiga, Singkawang menjadi 10 kota yang memiliki tingkat toleransi yang cukup tinggi.

Kota lainnya itu seperti Tual, Binjai, Kotamobagu, Palu, Tebing Tinggi, dan Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan mulai Oktober 2016 hingga September 2017.

Peneliti Setara Institute, Halili menyatakan, penelitian ini bertujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan serta mengembangkan toleransi.

"Jadi kalau kota yang toleransinya masih rendah, harus bergegas mengikuti untuk membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya," ucap Halili di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 16 November 2017.

Dia menjelaskan, laporan ini disusun untuk mengutamakan praktik toleransi dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama dan dilindungi melalui regulasi dan tindakan.

Tak hanya itu, laporan ini menyandingkan pula dengan realitas perilaku sosial masyarakat dalam tata kelola keberagaman kota.

"Ini menggunakan paradigma negative right sesuai dengan karakter kebebasan beragama ataupun berkeyakinan. Selain itu juga memeriksa tindakan pos pemerintah kota dalam mempromosikan toleransi, mulai dari kebijakan, pernyataan resmi hingga peristiwa," jelas Halili.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Toleransi Jakarta Rendah

Setara Institute menyatakan, DKI Jakarta menjadi kota di Indonesia yang mendapatkan peringkat pertama dengan kategori toleransi rendah pada 2017. Padahal dalam penelitian 2015, Jakarta menduduki peringkat 65 dari 94 kota yang dilakukan kajian terkait indeks kota toleran.

Peneliti Setara Institute, Halili mengatakan hal itu disebabkan penguatan intoleransi dan politisasi identitas keagamaan di DKI menjelang, saat, dan setelah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017.

"Perubahan signifikan pada indikator peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, pernyataan pemerintah dan tindakan nyata pertama," kata Halili di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (16/11/2017).

Dia menyebut, saat itu terjadi sebanyak 24 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Halili menjelaskan pada situasi itu, tidak terdapat pernyataan terobosan dan tindakan nyata dalam merespons pelanggaran yang ada.

Selanjutnya, dia membandingkan Jakarta dengan Bekasi yang melompat dari kedua terendah toleransinya ke peringkat 53 pada tahun 2017.

"Kemajuan signifikan ini pokoknya didorong oleh semakin positifnya standing pasition oleh wali kotanya dalam merespons peristiwa intoleran," papar Halili.

Sedangkan di lokasi yang sama, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menyatakan, hasil kota terendah toleransi itu tidak bisa digeneralisir semua masyarakat di kota itu intoleran.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya