Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) angkat bicara terkait adanya jurnalis televisi yang diduga memiliki 'hubungan khusus' dengan salah satu tersangka kasus KTP elektronik atau e-KTP, Setya Novanto. Jurnalis itu diduga terlibat dalam persembunyian Setya Novanto.
Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana meminta jurnalis bekerja profesional dan berpegang pada kode etik jurnalistik dalam menjalankan tugasnya.
Advertisement
"Jurnalis Indonesia dalam menjalankan tugasnya wajib mengedepankan kepentingan publik," ujar Yadi melalui pesan tertulis, Sabtu (18/11/2017).
Menurut dia, meski jurnalis diperkenankan memperkuat hubungan dan jaringan terhadap berbagai kelompok atau tokoh, Yadi meminta jurnalis bersikap independen dalam menjalankan tugas jurnalistik.
"Jurnalis tidak diperkenakan melakukan pekerjaan di luar kapasitasnya, apalagi melindungi atau menyembunyikan seseorang yang bertentangan dengan hukum (tersangka)," tegas Yadi Hendriana.
Dibidik KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan membidik pihak-pihak yang diduga menghalangi proses penyidikan korupsi e-KTP. Salah satunya adalah jurnalis Metro TV, Hilman Mattauch, yang mengemudikan mobil saat tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto mengalami kecelakaan di Permata Hijau.
"Kalau ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan atau menghalangi kasus e-KTP atau yang lain, ada risiko pidana diatur Pasal 21 UU Tipikor," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 17 November 2017 malam.
Febri mengatakan, pihak lembaga antirasuah akan berkoordinasi dengan Dirlantas Polri yang mengolah tempat kejadian perkara (TKP) kecelakaan mobil yang ditumpangi Setya Novanto.
Hilman bisa dijerat lantaran diduga sudah mengetahui keberadaan Setnov saat tim penyidik KPK hendak menjemput paksa Ketua DPR RI tersebut pada Rabu, 15 November 2017 malam. Namun, Hilman diduga saat itu tidak melaporkannya ke KPK.
Febri mengatakan, pihak lembaga antirasuah akan menelisik dugaan tersebut.
"Ini sudah kami ingatkan agar pihak-pihak tertentu tidak berupaya melindungi tersangka atau melakukan hal-hal lain dalam kasus e-KTP. Ancamannya 3 sampai 12 tahun. Jadi (ini) tindak pidana yang serius dan KPK akan mempelajari hal-hal itu," kata Febri.
Terlebih, pada hari ini tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK sudah menerima laporan adanya dugaan tindak pidana merintangi proses penyidikan e-KTP.
"Karena hari ini KPK terima pengaduan masyarakat terkait pihak-pihak yang lakukan Pasal 21 itu, dan dilakukan telaah dan dalami fakta-fakta yang ada dan analis info yang ada," terang Febri.
Saksikan vidio pilihan di bawah ini:
Advertisement