Holding BUMN Tambang Dorong Terwujudnya Hilirisasi

BUMN masih mengalami keterbatasan terutama pada permodalan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Nov 2017, 16:00 WIB
Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sedang berupaya meningkatkan nilai tambah dari sumber daya pertambangan mineral. Langkahnya antara lain dengan kehadiran induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan.

Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium Budi Gunadi Sadikin‎ mengatakan, pengolahan sumber daya alam telah dilakukan oleh pemerintah melalui BUMN bidang pertambangan, swasta nasional, dan asing.

Namun, untuk BUMN masih mengalami keterbatasan terutama pada permodalan sehingga‎ porsi BUMN dalam menguasai pertambangan masih kecil, jika dibandingkan dengan swasta nasional dan asing.

"Hal itu terjadi karena adanya keterbatasan yang dimiliki BUMN pertambangan, terutama dalam hal pendanaan sehingga menyulitkan untuk pengembangan investasi," kata Budi, di Jakarta, Sabtu (18/11/2017).

‎Menurut Budi, diperlukan sinergi antar-BUMN tambang agar bisa dan mampu menjadi pemain besar dalam pengolahan sumber daya mineral demi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pembentukan holding BUMN industri pertambangan dirasa tepat untuk menjawab tantangan tersebut.

Budi menyebutkan, tiga hal objektif pembentukan holding ini adalah pengelolaan cadangan sumber daya alam, hilirisasi produk dan kandungan lokal, serta menjadi perusahaan kelas dunia.

Terkait dengan hilirisasi, Budi mengungkapkan, hingga saat ini bahan baku industri di Indonesia sebagian besar masih menggantungkan bahan baku impor sehingga meningkatkan biaya produksi dan harga barang.

Dengan pembentukan holding BUMN pertambangan, impor bahan baku industri dapat dipenuhi dari dalam negeri dengan adanya hilirisasi.

Hilirisasi produk pertambangan juga akan meningkatkan nilai tambah yang pada akhirnya menambah penerimaan pemerintah dari pajak dan dividen.

‎Budi melanjutkan, dampak lain yang dapat dirasakan masyarakat adalah terbukanya lapangan pekerjaan yang besar, serta mendorong tumbuhnya industri pendukung di sekitar daerah operasi holding.

"Menjadi harapan kita semua bahwa pada akhirnya pemerintah mampu mengelola sektor-sektor strategis untuk optimalisasi pengelolaan sumber daya mineral, yang dapat dipergunakan untuk kemakmuran rakyat," dia menandaskan.


RI Siap Jadi Pemain Regional

Pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN di sektor pertambangan terus menunjukkan kemajuan. Rencananya, tiga BUMN anggota holding akan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 29 November 2017.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menjelaskan, keberadaan holding ini akan memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan dengan terciptanya BUMN industri pertambangan dengan skala usaha yang lebih besar sehingga mampu bersaing dalam skala regional.

Selain itu, sinergi BUMN pertambangan juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kekuatan finansial sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi.

Terkait dengan rencana pelaksanaan RUPSLB) tiga perusahaan anggota holding, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit AsamTbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS), agendanya adalah untuk melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan mayoritas dari semula negara RI menjadi kepemilikan PT Inalum (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki negara.

“Jadi, RUPSLB nanti agenda utamanya untuk permintaan persetujuan pemegang saham terhadap adanya perubahan pemegang saham ke PT Inalum (Persero) yang 100 persen dimiliki negara,” kata Harry, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (17/11/2017).

Meski berubah statusnya, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu. Kontrol tersebut baik secara langsung melalui saham dwiwarna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero) yang 100 persen sahamnya dimiliki oleh negara. Hal itu diatur pada PP 72 Tahun 2016.

“Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi,” ujar Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kemenetrian BUMN Hambra.

Hambra menambahkan, perubahan nama dengan hilangnya Persero juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.

Terkait dengan ketentuan di bidang pasar modal, dalam pelaksanaan rencana transaksi, masing-masing ANTM, PTBA, dan TINS tidak perlu melaksanakan kewajiban untuk melakukan penawaran tender wajib (mandatory tender offer) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

Hal ini karena sekalipun terjadi perubahan pemegang saham utama dalam masing-masing anak perusahaan, tapi tidak terjadi perubahan pengendalian karena PT Inalum sebagai pemegang saham baru dimiliki 100 persen oleh Negara Republik Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya