Inggris Berencana Masukkan Pajak Plastik dalam Anggaran 2018

Pada tahun 2015, Inggris sudah mengizinkan setiap toko untuk mengenakan biaya tambahan apabila ingin menggunakan kantong plastik.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 19 Nov 2017, 13:02 WIB
Ilustrasi sampah plastik. (Sumber NanD_PhanuwatTH/Shutterstock.com)

Liputan6.com, London - Pemerintah Inggris berencana akan menetapkan pajak plastik di dalam anggaran pada tahun 2018. Hal ini dilakukan karena tumpukan sampah plastik yang kian mengotori Negeri Ratu Elizabeth tersebut.

Dilansir dari laman Sky News, Minggu (19/11/2017), pada 2014, Inggris telah memproduksi 300 juta ton kantong plastik.

Penggunaan kantong plastik yang kian jadi primadona utama, diprediksi akan terus meningkat di setiap tahunnya. Pemerintah Inggris menilai, produksi kantong plastik diprediksi akan mengalami kenaikan dua kali lipat pada 20 tahun mendatang.

Menanggapi hal tersebut, Perdana Menteri Inggris Theresa May sudah mengupayakan pengurangan limbah plastik.

Pada 2015, Inggris sudah mengizinkan setiap toko untuk mengenakan biaya tambahan apabila ingin menggunakan kantong plastik.

Peraturan tersebut dinilai efektif menekan angka penggunaan. Buktinya, usai peraturan dikeluarkan, penggunaan kantong plastik menurun hingga 80 persen.

Salah satu upaya juga dilakukan oleh Menteri Keuangan Philip Hammond yang berencana untuk duduk satu meja dengan lapisan masyarakat.

Mulai dari para konsumen, pencinta lingkungan, dan pihak swasta. Usulan ini direspons baik oleh Tisha Brown, anggota Greenpeace -- sebuah komunitas pemerhati lingkungan.

"Pajak bagi penggunaan plastik tentu dapat menurunkan jumlah limbah di Inggris. Tentu hal itu sangat baik bagi lingkungan," ujar Brown.

Meski demikian, pendapat berbeda dikemukakan oleh Aliansi Pajak di negara tersebut yang menilai langkah itu merupakan kebijakan yang kurang efektif.

Direktur Riset Aliasi Pajak, Alex Wild mengatakan, pemerintah sudah terlalu sering menggunakan pajak untuk perbaikan kesalahan yang dibuat oleh para pengusaha.


Peneliti: Plastik Ditemukan dalam Air Minum di 5 Benua

Air minum yang dikonsumsi di lima benua -- mulai dari Trump Tower di New York hingga ke fasilitas air minum umum di pinggiran-pinggiran Danau Victoria di Uganda -- ternyata mengandung serpihan kecil plastik yang mengancam kesehatan masyarakat. Demikian menurut para peneliti.

Plastik akan hancur menjadi partikel-partikel kecil yang dikenal dengan microplastics, yang ditemukan di 83 persen sampel yang dikumpulkan dari Jerman, Kuba hingga Lebanon dan dianalisis oleh Orb Media, organisasi berita digital bermarkas di Amerika Serikat.

"Bila anda bertanya kepada orang-orang apakah mereka mau makan atau minum plastik, mereka akan menjawab 'Tidak, itu pertanyaan bodoh'," kata Sherri Mason, salah satu penulis dari kajian tersebut dan profesor kimia di State University of New York seperti dikutip dari VOA News.

"Itu mungkin sesuatu yang tidak mau kita cerna, tapi ternyata kita melakukannya apakah dari air minum, dari bir, jus. Ini ada di makanan kita, garam laut, kerang-kerang. Tidak ada seorang pun yang aman," tutur Mason.

"Microplastics dengan ukuran sampai 5 milimeter juga terdapat dalam air kemasan botol," katanya.

Dampak kesehatan dari mencerna plastik hingga kini masih belum jelas. Namun sejumlah kajian terhadap ikan yang ditemukan mengandung plastik mengalami hambatan penetasan telur, menghambat pertumbuhan dan membuat mereka lebih rentan dimangsa predator sehingga meningkatkan angka kematian.

"Microplastics menyerap bahan kimia beracun dari lingkungan perairan yang kemudian masuk ke badan ikan dan mamalia yang mengonsumsi bahan tersebut," kata kepala eksekutif Orb Media, Molly Bingham dalam pernyataannya.

Sementara itu, banyak kajian menunjukkan prevalensi microplastics di samudra-samudra di dunia di mana lebih dari 5 triliun serpihan plastik mengambang, ini pertama kalinya penelitian dilakukan terhadap air minum. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya