Menperin: Industri Siap Serap Lulusan SMK

Jawa Timur merupakan salah satu kontributor terbesar pada perekonomian nasional dari kinerja industrinya.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Nov 2017, 11:00 WIB
Presiden Jokowi didampingi Menperin Airlangga Hartanto dan Mendikbud Muhadjir Effendy dalam peluncuran vokasi tahap III yang link and match antar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Barat dengan industri, Jumat (28/7). (Liputan6.com/Angga Yunani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri siap menyerap para lulusan program pendidikan vokasi dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini karena program vokasi didesain secara khusus untuk membekali para siswa tersebut agar ketika lulus nanti bisa langsung bekerja di industri.

"Dengan sistem vokasi yang ada sekarang, lulusan SMK bisa cepat bekerja. Apalagi, jenjang karirnya juga menjanjikan," ujar dia di Jakarta, Minggu (19/11/2017)

Banyak yang memiliki latar belakang pendidikan SMK telah menduduki jabatan tinggi di beberapa perusahaan besar. “Contohnya di Gudang Garam, Coca-Cola, Krakatau Steel, dan Daihatsu. Direkturnya itu ada yang dari pendidikan SMK," lanjut dia.

Tidak hanya menjadi karyawan di perusahaan, Kementerian Perindustrian juga siap membentuk lulusan SMK menjadi wirausaha. "Lulus SMK mau kerja atau mau jadi pengusaha bisa disiapkan. Kami sudah siapkan timnya," kata dia.

Airlangga menyampaikan, Jawa Timur merupakan salah satu kontributor terbesar pada perekonomian nasional dari kinerja industrinya. “Kontribusi ekonominya 32 persen, kedua setelah Jawa Barat yang 42 persen. Makanya, program vokasi link and match antara SMK dengan industri, pertama diluncurkan untuk Jawa Timur. Daerah ini dipilih sebagai percontohan karena memiliki beragam industri,” jelas dia.

Lebih lanjut, beberapa kota industri lainnya, seperti di Kudus, Cilegon, Gresik, Sidoarjo, dan Bekasi, juga didorong agar industri meningkatkan penyerapan dari lulusan SMK atau pendidikan vokasi. “Kami telah mendorong industri masuk ke kawasan industri dan membina SMK-SMK di sekitarnya,” ungkap dia.

‎Selain menyerap para lulusan SMK, industri sudah membuka diri untuk kegiatan magang atau praktik kerja lapangan bagi pelajar SMK. “Kemarin saya kunjungan di Klaten, Jawa Tengah melihat di sana anak-anak langsung praktik kerja memakai dengan mesin yang sesungguhnya. Model ini yang akan kami dorong," tutur dia.

Terkait tenaga ahli, Kemenperin memiliki program silver expert. Maksudnya, para profesional yang sudah pensiun diberikan pendidikan dan pelatihan sehingga bisa menjadi tenaga pengajar. "Jadi, mereka bisa mengajar ke SMK-SMK,” tandas Airlangga.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengangguran

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2017 mencapai sebesar 7,04 juta orang, bertambah 10 ribu orang dibanding realisasi 7,03 juta orang di Agustus 2016. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,50 persen atau turun 0,11 poin.

Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, dari TPT sebesar 5,50 persen di Agustus 2017, pengangguran terbanyak merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 11,41 persen.

"TPT menurut pendidikan, tidak banyak berubah. Tertinggi untuk lulusan SMK sebesar 11,41 persen. Lalu Sekolah Menengah Atas (SMA) 8,29 persen, Diploma I/II/III 6,88 persen, dan Universitas 5,18 persen," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (6/11/2017).

Sementara TPT terendah, Kecuk mengakui, jenjang Sekolah Dasar (SD) ke bawah sebesar 2,62 persen. "Lulusan SD ke bawah memiliki TPT paling rendah karena mereka tidak punya pilihan pekerjaan. Jadi mau kerja apa saja dijalani," tutur dia.

Dari jumlah 128,06 juta orang jumlah angkatan kerja, sebanyak 121,02 juta orang merupakan penduduk bekerja dan pengangguran 7,04 juta orang. Berdasarkan pendidikan, pekerja yang mengecap jenjang pendidikan SD ke bawah sebanyak 50,98 juta atau 42,13 persen, SMP 21,72 juta orang atau 17,95 persen.

Bekerja dengan pendidikan SMA 21,13 juta orang atau 17,46 persen, SMK 12,59 juta orang atau 10,40 persen, Universitas 11,32 juta orang atau 9,35 persen, dan Diploma 3,28 juta atau 2,71 persen.

"Kita masih punya pekerjaan rumah yang besar karena mayoritas dari pekerja masih pendidikan rendah. Jadi perlu ada upaya meningkatkan kualitas pendidikan pekerja, baik melalui formal maupun vokasi atau training," terangnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya