Liputan6.com, Jakarta - Harga emas masih akan bergerak campuran pada perdagangan sepekan ke depan. Pelaku pasar sangat menantikan keputusan dari reformasi perpajakan Amerika Serikat (AS) yang sampai saat ini belum ada kejelasan.
Selain itu, harga emas juga akan terpengaruh dengan gerak imbal hasil dari obligasi jangka panjang pemerintah AS. Imbal hasil obligasi ini akan berpengaruh kepada nilai tukar dolar AS dan kemudian berdampak kepada harga emas.
Mengutip Kitco, Senin (20/11/2017), Kepala Analis TD Securities Bart Melek menjelaskan, harga emas diperkirakan akan mendekati angka US$ 1.300 per ounce jika memang imbal hasil dari obligasi pemerintah AS mengalami penurunan.
Baca Juga
Advertisement
"Secara teknikal jika dilihat dari kurva yang ada memang terlihat akan terjadi penurunan dalam waktu dekat," jelas dia.
Hal senada juga dikatakan oleh manajer investasi Incrementum AG Ronald-Peter Stoeferle. Menurutnya, harga emas memperlihatkan kecenderungan naik pada pekan ini meskipun sulit untuk menembus level US$ 1.300 per ounce.
Di luar itu, pelaku pasar saat ini masih menunggu kepastian reformasi perpajakan AS. Ada usulan bahwa terdapat pengurangan pajak korporasi dari saat ini yang ada di angka 35 persen menjadi 20 persen. Namun dengan pengurangan tersebut penerimaan negara pasti berkurang dan harus ada cara untuk menutupinya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pekan lalu
Pada penutupan pekan lalu, harga emas melonjak ke posisi tertinggi dalam satu bulan, terpicu melemahnya Dolar Amerika Serikat (AS), seiring ketidakpastian tentang kemajuan usulan kebijakan pajak yang konon akan menjadi yang terbesar sejak tahun 1980-an.
Melansir laman Reuters, Sabtu (18/11/2017), harga emas di pasar spot naik 1,2 persen menjadi US$ 1,293.53 per ounce. Harga ini berada di jalur kenaikan satu hari terbesar sejak 28 Agustus.
Juga naik ke harga tertinggi sejak 16 Oktober di posisi US$ 1,297. Secara mingguan, harga emas menguat 1,3 persen, kinerja mingguan terkuat sejak pertengahan Oktober.
Sementara harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember stabil naik 1,4 persen di posisi US$ 1.296,50 per ounce.
"Nasib akhir reformasi pajak yang belum jelas di Kongres membuat sentimen berubah tajam terhadap dolar, yang akhirnya memungkinkan emas untuk menguji kunci stabilitas jangka menengahnya di posisi US$ 1.310 awal minggu depan," kata TaiWong, Kepala Perdagangan Logam Mulia BMO Capital di New York.
"Ada juga banyak kekhawatiran tentang laju pasar ekuitas. Mungkin sudah sedikit lelah untuk saat ini, dan seharusnya mendukung emas dalam jangka pendek," kata Jonathan Butler, Analis Komoditas Mitsubishi di London.
Dolar melemah terhadap enam mata uang lainnya. Mata uang ini mencatat penurunan mingguan terbesar di lebih dari sebulan.
Analis Julius Baer Carsten Menke mengatakan, bahwa dolar seharusnya menguat seiring prediksi Federal Reserve AS yang akan kembali menaikkan suku bunga.
Advertisement