Liputan6.com, Jakarta - Pengguna mobil listrik saat ini terus bertambah. berbagai negara mulai mendorong penggunaan kendaraan yang ramah lingkungan tersebut termasuk di Indonesia, hal ini untuk mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sebagian besar diimpor.
Pengamat energi Pri Agung Rakhmanto mengatakan, penggunaan mobil listrik harus terus didorong, agar semakin banyak masyarakat yang menggunakan mobil listrik.
"Mobil listrik harus didorong lebih pasti," kata Pri Agung, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin (20/11/2017).
Baca Juga
Advertisement
Pri Agung menuturkan, meski mobil listrik penggunaannya terus bertambah, tetapi tidak dapat menghilangkan peran penggunaan energi fosil khususnya BBM. Pasalnya, industri otomotif akan tetap mengeluarkan kendaraan yang mengkonsumsi BBM tetap mempertimbangkan lingkungan.
"Akan berkembang mobil konvesional tidak akan kehilangan karena berkembang teknologinya," ujar Pri Agung.
Pri Agung mengungkapkan, negara-negara yang sudah maju dalam penggunaan mobil listrik, antara lain China, Jerman, Amerika Serikat dan Jepang, tidak menyingkirkan energi fosil dalam porsi bauran energi.
"Berdasarkan data IEA, AS, China, dia yang leading mobil listrik saja tetap mengembangkan Migas kok," ujar dia.
Pri Agung melanjutkan, kondisi tersebut menunjukkan, penggunaan energi harus seimbang. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan satu sumber energi saja dan menghilangkan energi lain.
"Jadi itu pelengkap, Tuhan itu adil menyediakan migas dan energi baru terbarukan," tutur Pri Agung.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
RI Siap Produksi Mobil Listrik
Sebelumnya produsen otomotif di Indonesia siap memproduksi kendaraan listrik guna memenuhi kebutuhan konsumen serta mengikuti tren masa depan. Hal ini sesuai dengan peta jalan yang disusun Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam pengembangan industri otomotif nasional.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyatakan, salah satu hal yang menjadi fokus Kemenperin yaitu mendorong produksi kendaraan beremisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV).
"Pengembangan teknologi hybrid atau electric vehicle pada kendaraan ini diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus juga mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM)," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 14 November 2017.
Airlangga menjelaskan, diversifikasi BBM ke arah bahan bakar gas, bahan bakar nabati, atau tenaga listrik sebagai jawaban atas kebutuhan energi di sektor transportasi. Produksi dan penggunaan bahan bakar alternatif ini secara langsung dapat pula menghasilkan aktivitas dan manfaat ekonomi yang inklusif, terutama di daerah yang kaya akan sumber energi tersebut.
“Tentunya produksi kendaraan dengan jenis bahan bakar atau penggerak yang lebih ramah lingkungan, menjadi tujuan ke depannya dari pemerintah dan diharapkan dapat dikembangkan industri otomotif dalam negeri,” dia menjelaskan.
Dia menyatakan, pemerintah menargetkan pada 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan LCEV sudah masuk pasar Indonesia. "Dalam roadmap yang kami kembangkan, LCEV didorong melalui berbagai tahapan," lanjut Airlangga.
Kendaraan hybrid menjadi salah satu tahapannya, karena saat ini infrastruktur untuk stasiun pengisi tenaga listrik belum tersedia. Mobil ini bisa menggunakan dua sumber energi, BBM dan listrik. Untuk itu, produsen perlu lebih memperkenalkan kepada konsumen terhadap teknologi yang diterapkannya.
Advertisement