Liputan6.com, Pyongyang - Dua bulan berlalu, Korea Utara tidak menunjukan gelagat akan kembali meluncurkan rudal balistik. Meski hal tersebut merupakan kabar baik, namun di lain sisi memicu pertanyaan tentang kondisi kesehatan pemimpin mereka, Kim Jong-un.
Gambar terbaru menunjukkan, berat badan Kim Jong-un membengkak dan ia dinilai tengah berjuang menghadapi persoalan tersebut.
Seperti dikutip dari News.com.au pada Senin (20/11/2017), dalam kunjungannya ke sebuah pabrik kosmetik pada Oktober lalu, Kim Jong-un dikabarkan tidak nyaman berdiri dan membutuhkan kursi lipat. Di lain waktu, ketika menyambangi pabrik sepatu, wajahnya tertangkap kamera meneteskan keringat.
The Daily Star melansir bahwa Kim Jong-un dilaporkan menderita asam urat, diabetes, penyakit jantung dan hipertensi.
Tiga tahun lalu, sebuah laporan dari mata-mata mengungkapkan bahwa bobot tubuh Kim Jong-un meningkat 40 kg sejak ia memimpin Korut.
Laporan The Guardian yang merujuk pada pernyataan agen mata-mata Korsel menyebutkan bahwa Kim Jong-un banyak makan dan minum-minum untuk mengatasi ketakutan akan bayang-bayang pembunuhan terhadap dirinya.
Baca Juga
Advertisement
Kim Jong-un mengambil alih komando kepemimpinan Korut sepeninggal sang ayah yang berpulang karena serangan jantung pada 2011. Sejak saat itu pula dinas intelijen nasional mengklaim bahwa Kim Jong-un menderita insomnia.
Lee Cheol-woo, anggota partai penguasa Korsel, yang mengutip informasi dari mata-mata mengatakan, "Dia (Kim Jong-un) terus memantau setiap ancaman potensial terhadap kekuasaannya, termasuk militer, dan dia terobsesi untuk memastikan keamanan pribadinya. Karena kebiasaan makan dan minumnya, dia cenderung menderita penyakit orang dewasa."
Hingga kabar ini diturunkan, belum ada penjelasan dari pihak Korut.
Korut telah berulang kali melakukan uji coba rudal dan pada saat bersamaan terlibat perang kata-kata dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Terakhir kali, Pyongyang menembakkan rudal pada September lalu.
Sementara itu, pada Juli lalu, Korut berhasil meluncurkan rudal balistik antarbenua (ICBM) pertama di negara itu yang digadang-gadang mampu mencapai wilayah AS.
Dalam perang kata-katanya dengan Korut, Trump menjuluki Kim Jong-un sebagai "rocket man". Adapun Kim Jong-un membalas dengan memanggil Trump sebagai "orang tua yang gila."
Sepanjang sejarah uji coba rudalnya, Korut telah dua kali menembakkan misil yang melintasi langit Jepang. Pyongyang secara dramatis dinilai berhasil mempercepat program senjata nuklirnya.
130 Ilmuwan yang Bertugas 'Menjaga' Kim Jong-un Tetap Hidup
Isu kesehatan Kim Jong-un telah menjadi sorotan. Beberapa waktu lalu, ia dilaporkan memiliki sebuah tim yang terdiri dari 130 ilmuwan. Tugas mereka, "menjaga" Kim Jong-un tetap hidup.
Seperti dilansir Daily Mail, November tahun lalu, kabar tersebut terkuak berdasarkan pengakuan dari seorang pembelot, Hyeong-soo Kim. Pria itu melarikan diri dari Korut pada tahun 2009.
"Terdapat 130 peneliti yang berasal dari Departemen Teknik dan Medis, Kim Il-sung University. Juga ada pusat informasi penelitian yang terdiri dari diplomat atau peneliti yang datang dari berbagai universitas asing," ujar Kim.
"Lembaga ini dijaga 24 jam dan juga dikelilingi dinding setinggi empat meter yang dialiri listrik," ungkapnya.
Kim lebih lanjut mengatakan bahwa Longevity Institute telah bekerja secara misterius demi tujuan tunggal mereka, menjaga kesehatan sang pemimpin. Ia sendiri telah bekerja di lembaga itu sejak era pemerintahan, Kim Jong-il.
Kim Jong-un yang merupakan kelahiran 1983 itu diketahui menjalankan gaya hidup tak sehat. Ia merupakan penggemar makanan cepat saji, keju Prancis dan sederet makanan berlemak lainnya.
Kebiasaannya menyantap makanan lezat nan berlemak ini membuat bobot tubuhnya naik cukup drastis sejak ia menjabat sebagai orang nomor satu di Korut.
"Mereka bertugas mengembangkan produk makanan karena Kim Jong-un memiliki penyakit kardiovaskular dan diabetes," jelas Kim.
Kondisi Kim Jong-un ini kurang lebih ternyata sama dengan yang dengan yang dialami sang ayah. Keduanya menderita kelebihan berat badan sehingga penelitian di tempat itu telah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu.
"Kedua Kim menderita obesitas, jadi mereka diawasi dan diteliti di mana kondisi ini sebenarnya sulit ditemukan di Korut. Karena selama ini yang diteliti adalah penderita gizi buruk," kata Kim.
Fakta bahwa warga Korut lebih banyak yang menderita gizi buruk dibanding obesitas ini membuat para peneliti kesulitan melakukan riset. Mereka pun terpaksa memata-matai orang asing yang juga mengalami obesitas demi menambah pengetahuan.
"Bahkan diplomat asing atau koresponden yang datang ke Korut sebenarnya diteliti. Orang-orang ini tidak tahu jika mereka dipelajari," imbuhnya.
Semasa bekerja di institut tersebut, Kim terikat kontrak yang mengharuskannya tutup mulut atas berbagai peristiwa yang terjadi di sana. Namun pasca-membelot ke Korea Selatan ia merasa aman dan bebas bicara.
Advertisement