Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) akan terus mengevaluasi harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang harganya masih tinggi. Hal ini merupakan upaya untuk membuat tarif listrik di masyarakat lebih murah.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, perusahaan akan terus mengkaji perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) PLTU yang belum menyelesaikan pendanaan (financial close).
Baca Juga
Advertisement
Kajian tersebut terkait dengan harga jual listrik dari pembangkit ke PLN. "Tiap bulan kita evaluasi terus menerus," kata Sofyan, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Menurut dia, jika pengembang listrik swasta (Independen Power Producer/IPP) tetap mempertahankan harga listrik yang terbilang tinggi, maka PLN akan mengambil keputusan tidak membeli listrik tersebut dan siap membayar denda take or pay.
"Kita lihat kalau terlampau mahal, mungkin kita enggak dijalankan. Kalau sistem lain murah, Jawa lain murah, transmisi selesai dari pada beli mahal, kita matikan saja kita bayar dendanya (takeorpay)," papar Sofyan.
Sofyan mengungkapkan, evaluasi harga tersebut merupakan pelaksanaan dari imbauan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), yang bertujuan untuk membuat tarif listrik. Saat ini PLN sedang proses negosiasi ulang dengan PLTU Jawa 3.
"Himbauan ke kita, kalau masih terlampau tinggi agar bicara dengan mereka mudah-mudahan ada negosiasi sekarang sudah berubah," tutup Sofyan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLN Bangun Infrastruktur Kelistrikan di 3 Wilayah
PT PLN (Persero) menandatangani kontrak pembangunan pembangkit dan Gardu Induk (GI) di tiga wilayah. Proyek tersebut merupakan bagian dari program 35 ribu Mega Watt (MW).
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyebutkan, Proyek tersebut adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Riau Peaker berkapasitas 200 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sulsel Baru-2 100 MW dan Gardu Induk 2 LB dan 2X30 Mega Volt Amper (MVA) di Kalimantan Barat.
"Ini semua bagian dari 35 ribu MW. Ini yang kecil-kecil yang baru masuk," kata Sofyan, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Untuk pembangunan atau Engineering Procurment and Construction (EPC) PLTMG Riau Peaker 200 MW, PLN menunjuk konsorsium PT Bagus Karya-AECOM Cogindo dengan nilai kontrak Rp 2,3 triliun, dengan target penyelesaian 18 bulan dari penandatangan EPC.
Sedangkan EPC Gardu Induk LB dan 2X30 Mega Volt Amper (MVA) di Kalimantan Barat. PLN menunjuk Siemens Consortium terdiri dari PT Siemens Indonesia dan Siemens Malaysia, dengan nilai proyek Rp 143,5 miliar, dan dengan target penyelesaian pembangunan 540 hari.
Untuk PLTU Sulsel Baru 2 100 MW, PLN menandatangani Letter Of Acceptance (LOA) dengan konsorsium PT Wijaya Karya (Persero) dan Mitsubishi Corporation dengan nilai kontrak Rp 2,83 triliun, dan dengan target penyelesaikan pembangunan 36 bulan.
Menurut Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto, sumber pendanaan proyek tersebut berasal dari internal perusahaan dan sebagian dari pinjaman lembaga keuangan luar negeri.
"Sebagian dari PLN. Ekuiti kita 30 sisanya 70. Bunga yang Riau 2,2 persen," tutup Sarwono.
Advertisement