Hizbullah Bantah Pasok Senjata ke Pemberontak Yaman

Para Menteri Luar Negeri negara-negara Arab menuding Hizbullah mendukung terorisme dan ekstremisme di kawasan dengan persenjataan canggih.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Nov 2017, 09:36 WIB
Pertemuan darurat Liga Arab yang digelar secara mendadak pada 19 November 2017 di Kairo, Mesir. (AP Photo/Nariman El-Mofty)

Liputan6.com, Beirut - Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menolak klaim para Menteri Luar Negeri Negara Arab yang menyebutkan bahwa pihaknya mempersenjatai pemberontak di Yaman. Melalui pidatonya di televisi yang disiarkan pada hari Senin, Nasrallah menegaskan tudingan yang disampaikan dalam pertemuan Liga Arab tersebut "konyol".

Pada sebuah paragraf dalam pernyataan akhir yang dibuat pasca-pertemuan Liga Arab di Kairo, Mesir, disebutkan bahwa Hizbullah "mendukung terorisme dan kelompok ekstremis di negara-negara Arab dengan persenjataan canggih dan rudal balistik". Nasrallah menyebut bahwa tidak ada bukti atas klaim semacam itu.

Sejauh ini, Arab Saudi menuding Hizbullah memainkan peran dalam penembakan rudal balistik ke Bandara King Khaled oleh pemberontak Houthi pada 4 November.

"Kami tidak mengirimkan rudal balistik atau senjata canggih bahkan senjata api ke Yaman, Bahrain, Kuwait, Irak...atau negara Arab lainnya," ungkap Nasrallah seraya menambahkan bahwa pihaknya tidak memiliki rudal balistik. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (21/11/2017).

Ia menambahkan bahwa tempat yang dikirimi senjata oleh Hizbullah adalah Palestina dan Suriah.

Pidato Nasrallah terjadi di tengah meningkatkanya ketegangan antara Iran, sekutu Hizbullah, dengan Arab Saudi pasca-pengunduran diri PM Lebanon Saad Hariri.

Hariri yang merupakan seorang politisi sunni dan sekutu Saudi menyebut alasan pengunduran dirinya karena meningkatnya pengaruh Iran di negaranya dan kekhawatirannya menjadi target pembunuhan. PM Lebanon itu menyampaikan pengumuman pengunduran dirinya saat ia tengah berada di Arab Saudi.


Hizbullah: Orang Yaman Bisa Buat Senjata Sendiri

Pertemuan Liga Arab di Mesir pada hari Minggu lalu terselenggara atas desakan Arab Saudi untuk membahas dugaan "pelanggaran" yang dilakukan Iran di wilayah Arab.

Dalam pertemuan tersebut, Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan, Iran bertujuan untuk "mengacaukan dan memicu konflik sektarian" di kawasan dan "mendorong jurang antara kita dan rakyat kita".

Menlu Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa juga menyebutkan bahwa Iran telah menimbulkan "ribuan luka" di negaranya. "Iran memiliki senjata di kawasan, yang terbesar adalah Hizbullah."

Diplomat Bahrain tersebut menegaskan bahwa Negeri Para Mullah mengancam keamanan negara-negara Arab.

Mengacu pada insiden rudal pada 4 November, Nasrallah mengatakan, "Saya telah membicarakan hal ini sebelumnya, namun beberapa di antaranya tidak mengerti. Tidak seorang pun dari Hizbullah bertanggung jawab atas masalah ini. Masalahnya adalah dengan Arab Saudi di mana mereka tidak paham bahwa orang-orang Yaman punya otak dan cukup kuat dan bisa memproduksi senjata sendiri".

Pemimpin Hizbullah itu pun mengutuk keterlibatan koalisi pimpinan Saudi dalam perang Yaman. "Katakan pada Saudi untuk setop lakukan pembantaian."

Dalam perang Yaman yang telah berlangsung lebih dari dua tahun, koalisi pimpinan Saudi masih belum dapat mengusir pemberontak Houthi dari jantung Sanaa, ibu kota negara itu.

Perang Yaman telah memicu banyaknya korban. Lebih dari 10 ribu warga sipil terbunuh dan jutaan lainnya yang masih hidup terlunta-lunta, bergantung pada bantuan.

Dalam konteks perang melawan ISIS, pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menerangkan bahwa pertempuran akan berakhir setelah pasukannya dipindahkan dari kota perbatasan Suriah, al-Bukamal.

"Ini bukan berarti ISIS sudah kelar, tapi infrastruktur mereka sudah berakhir," jelas Nasrallah.

Lebih lanjut ia menuturkan bahwa pihaknya bersedia menarik pasukan dari Irak jika pemerintah negara itu sudah mendeklarasikan kemenangan atas ISIS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya