Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, membela dan mempertahankan Tanah Air adalah bagian dari upaya menegakkan agama. Tanah Air adalah tempat warga bangsa menjalankan ajaran agama.
Karena itu, jelas dia, hubungan antara identitas keagamaan dan identitas kewarganegaraan tidak sepatutnya dipertentangkan.
Advertisement
"Membela Tanah Air dan menjaga keutuhannya merupakan kewajiban agama. Seorang Muslim yang baik pasti menjadi warga negara yang baik," kata Menag Lukman, saat menjadi Pembicara Kunci pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) di Serpong, Tangerang, Selasa (21/11/2017).
Namun demikian, kontestasi politik, terutama dalam pemilihan umum, kata Lukman, tidak jarang memunculkan masalah politik identitas primordial. Sebagian masyarakat menilai identitas primordial seperti suku, agama, dan ras masih memainkan peranan penting dalam politik.
Dampaknya kata Lukman, masyarakat terpecah dan kadang sampai muncul konflik-konflik sosial yang tidak perlu.
"Perlu didiskusikan hubungan antara identitas keagamaan dan identitas kewarganegaraan dalam konteks negara-bangsa," tutur Lukman dalam keterangan tertulisnya.
Ia menerangkan, Islam dalam sejarahnya memiliki pengalaman panjang dalam mengelola hubungan antara identitas keagamaan dan identitas kewarganegaraan. Kisah sukses itu bermula dari Piagam Madinah yang mengakui hak-hak kewarganegaraan bagi seluruh komponen masyarakat Madinah, terlepas dari perbedaan agama, suku dan ras.
"Prinsipnya jelas, seperti kata Rasulullah, lahum ma lana wa alayhim ma alayna (mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kita)," tegas Menag Lukman.
Keragaman Adalah Keniscayaan
Konsep hampir serupa, kata Lukman, dibuat para pendiri bangsa yang terdiri dari berbagai komponen masyarakat ini. Mereka bersepakat menetapkan Pancasila sebagai dasar dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Keragaman adalah keniscayaan dalam hidup, yang diciptakan bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk disinergikan, sehingga menghasilkan kekuatan dan kemajuan," tandasnya.
AICIS 2017 ini dihadiri pimpinan, guru besar, dosen, dan peneliti di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Ada 25 narasumber utama (dalam dan luar negeri) dan 332 pemakalah yang akan mempresentasikan hasil kajian dan penelitiannya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement