Sri Mulyani Hapus Denda 200 Persen, Setoran Pajak Bakal Naik?

Hariyadi mengklaim lebih dari 90 persen pengusaha kelas kakap sudah ikut tax amnesty tahun lalu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Nov 2017, 10:00 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan membebaskan sanksi pajak kepada Wajib Pajak (WP) yang sudah ikut tax amnesty maupun yang belum ikut. Langkah pemerintah mengeluarkan kebijakan ini dinilai pengusaha tidak akan mampu mendongkrak penerimaan pajak yang ditargetkan Rp 1.283,6 triliun hingga akhir 2017.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani meragukan upaya pemerintah untuk membebaskan denda bagi WP yang ikut tax amnesty dan yang belum dengan sukarela mendeklarasikan harta kekayaannya tidak akan maksimal.

"Saya tidak yakin hasilnya maksimal. Wong tax amnesty periode III saja yang ikut sedikit, dan yang ramai di periode I dengan tarif tebusan rendah sampai sekitar Rp 90-95 triliun," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Hariyadi mengklaim lebih dari 90 persen pengusaha kelas kakap sudah ikut tax amnesty tahun lalu. Dia menegaskan bahwa para pengusaha tersebut sudah tahu persis mengenai peraturan tax amnesty, termasuk konsekuensi apabila tidak melaporkan seluruh harta kekayaan di Surat Pernyataan Harta (SPH) sebelumnya.

"Semua pengusaha, di atas 90 persen sudah ikut (tax amnesty) semua. Karena mereka yang mengerti pajak sudah tahu persis aturan mainnya, jadi jangan seolah-olah pengusaha salah melulu," ujar Hariyadi.

Dia menduga masih ada kelompok non pengusaha yang masih kebingungan atau tidah tahu caranya untuk melaporkan harta.

"Ini menurut saya yang dari kelompok non pengusaha, misalnya kalangan profesi atau kelompok usaha kecil menengah yang tidak ikut tax amnesty dan tidak mengerti, nah baru deh bingung sekarang," terangnya.

Jika pemerintah bertujuan menggenjot penerimaan pajak dengan cara menghapus sanksi WP yang mendeklarasikan harta kekayaannya, Hariyadi berpendapat tidak akan optimal. Namun diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan menambah basis data Ditjen Pajak.

"Kalau menggenjot penerimaan dari cara itu, hasilnya tidak maksimal. Semua sudah tahu lah, pertumbuhan ekonomi 5 persen yang tidak cukup kuat, gimana penerimaan pajak mau naik. Jadi jangan salahin pengusaha dan petugas pajaknya, karena pertumbuhan ekonomi tidak maksimal," jelas Hariyadi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Dorong kepatuhan

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2016 yang mengatur penghapusan sanksi lebih bertujuan mendorong kepatuhan WP dan meningkatkan basis pajak.

"Kalau terkait penerimaan, WP lapor harta secara sukarela di 2017 ya Alhamdulillah, tanpa harus kita periksa semua, menemukan data, WP mau mendeklarasikan hartanya. Karena tujuan utamanya mendorong kepatuhan WP dan meningkatkan basis pajak," tegas dia.

Sebelumnya, Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI), Ruston Tambunan, berpendapat, penerimaan pajak yang masih jauh dari target dan potensi kekurangan (shortfall) cukup besar memaksa pemerintah membuka periode tax amnesty jilid II.

"Target penerimaan kan belum tercapai, shortfall tinggi, dan perkiraannya hanya tercapai 90 persen. Kemudian seolah-olah muncul ada tax amnesty jilid II atau perpanjangan lewat PMK," tutur Ruston.

Untuk diketahui, hingga Oktober 2017, tercapai Rp 858,05 triliun atau 66,85 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya