Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingin agar orang-orang yang bekerja padanya dibiayai oleh APBD. Sebab, dia mengira pada zaman gubernur terdahulu ada staf gubernur yang dibiayai oleh swasta.
"Sekarang Anda cek saja di berita-berita dulu, dulu dibiayai oleh siapa? Anda bandingkan saja. Lebih baik Anda bandingkan dan lihat dulu dibiayai dengan siapa, sekarang dengan siapa," ujar Anies di Balai Kota Jakarta, Selasa kemarin.
Advertisement
Anies menegaskan, penggunaan dana APBD untuk gaji timnya membuat mereka 100 persen kerja untuk Pemprov DKI Jakarta.
"Kan lucu secara kepegawaian dibiayai swasta, tapi keberadaannya di kantor gubernur," ujar Anies.
Hal inilah yang melatarbelakangi Anies menaikkan dana TGUPP dari yang semula hanya Rp 2,3 miliar kini menjadi Rp 28,5 miliar. Sebab, menurut Anies, dia ingin agar TGUPP dibiayai APBD.
Dengan masuknya anggaran staf gubernur melalui APBD, kata Anies, anggaran akan transparan dan tidak bergantung pada swasta.
Sebenarnya, di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, staf gubernur berbeda dengan TGUPP. Staf gubernur diisi oleh orang-orang pilihan Ahok yang bekerja membantu gubernur di luar instansi pemerintah.
Staf gubernur di zaman Ahok, tidak dibiayai swasta, melainkan dari dana operasional gubernur.
"Kalau di Pak Ahok dulu ada namanya staf khusus, itu dibiayai dana operasional Pak Ahok. Staf itu pilihan dan dinilai berkompeten oleh Pak Ahok, dipilih dan wewenang sepenuhnya di tangan Pak Ahok," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI, Agus Suradika di Balai Kota, Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Biasanya, keberadaan mereka melekat dengan gubernur. Pada era Ahok, para staf juga diisi anak magang yang berkinerja baik.
Sementara, TGUPP merupakan penasihat gubernur yang ada di dalam instansi pemerintah. Menurut Agus, biasanya TGUPP diisi oleh para PNS senior dan non-PNS profesional. Tugasnya, memberi masukan kepada gubernur dan monitoring kedinasan.
"Gajinya masuk ke APBD, enggak dari swasta. Jumlahnya ada 13 sekarang, 8 PNS ada 5 profesional," tandas Agus.
Penjelasan Mantan Staf Ahok
Salah satu anggota tim mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Rian Ernest, menyatakan semua staf gubernur dulu digaji lewat dana operasional sebesar Rp 20 juta per bulannya, bukan dari swasta.
"Kita semua diawali dengan proses magang. Pak Ahok merasa kita masih bisa berkontribusi, lalu diangkat sebagai staf. Enggak ada staf ahli, dia menggaji kita setiap bulan, ditransfer dari biaya penunjang operasional gubernur," kata Rian saat dihubungi, Selasa (21/11/2017).
Menurut dia, bila Anies memang berencana menjadikan timnya sebagai staf gubernur, tak perlu memasukkan ke TGUPP. Sebab, pembiayaan staf bisa dilakukan lewat dana operasional yang besarannya sekitar Rp 4,5 miliar per bulan.
"Sekarang saya tantang Pak Anies, dia kan biaya penunjang operasionalnya besar banget. Mau dipakai buat apa biaya operasional itu? Gaji ajalah staf-staf. Ngapain dipaksakan masuk ke TGUPP," ucap Rian.
Mantan staf Ahok bagian hukum itu mengaku heran dengan tudingan Anies yang menyebut pihaknya digaji dari dana swasta selama menjadi staf Ahok. Untuk kasus Sunny Tanuwijaya, menurutnya, merupakan pengecualian sebab dia bukanlah staf, melainkan teman diskusi Ahok.
"Kalau Pak Anies bilang kami dibayar swasta, dari mana? Khusus soal Sunny, dia bukan staf Ahok, Sunny teman diskusi betul. Pak Anies kan juga suka tuh diskusi dengan Pak Erwin Aqsa, Sudirman Said, sama aja," jelas Rian.
Anies menurut Rian selama ini salah paham mengenai gaji tim gubernur di era Ahok.
"Saya bilang mispersepsi. Pak Anies, sebaiknya dialog dulu dengan staf. Jangan langsung tuding. Pak Anies kan mengedepankan dialog dan komunikasi, kenapa enggak tanya kita dulu? Ujug-ujug bilang kita dibayar swasta," tandas Rian.
Saksikan video Pilihan di bawah ini:
Advertisement