Kartun dan Tembakau Bersatu, Tak Bisa Dikalahkan?

Kreasi kartun Semarang disegani. Sementara tembakau Jawa Tengah luar biasa. Kartun dan tembakau kini sedang berpadu di Kota Lawangsewu.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 22 Nov 2017, 12:00 WIB
Membunuh petani tembakau dengan stempel regulasi. (foto : Liputan6.com/erlinda pw/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang Semarang atau Jawa Tengah pernah jadi ibu kota kartun di Indonesia. Setidaknya dari Semarang muncul nama Jaya Suprana, Jitet Kustana, Prie GS, Koesnan Hoesie, dan para kartunis muda yang selalu berjaya mengoleksi berbagai penghargaan internasional.

Kartun sebagai karya seni pernah begitu mengindustri di Semarang. Itos Boedi Santoso asal Kendal, misalnya, konon hidup cuma dengan mengandalkan honor dari berbagai media cetak di Tanah Air.

Memang, mekanisme bawaan secara biologis dan psikologis menyebabkan manusia mampu tertawa. Agar bisa tertawa, lelucon bersifat auditif dan visual menemukan muara.

Tanpa tertawa dan lelucon, manusia masih mampu hidup. Namun, kualitas hidup mengering, gersang, dan makin penuh derita. Tanpa kartun, manusia tetap mampu survive. Cuma kualitas peradaban pun jadi terbelakang.

Membangkitkan sejarah kartun, akhirnya pameran kartun tembakau bertajuk "International Tobacco Cartoon Exhibition 2017" digelar 20-21 November 2017 di Wisma Perdamaian Semarang. Pameran ini sebagai respon World Tobacco Grower's Day 2017. Gold Pencil menggandeng Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah sebagai penyelenggara.

Jitet Koestana menunjukkan karya kartunis dunia dalam mengkritisi peminggiran petani tembakau. (foto : Liputan6.com/erlinda pw/edhie prayitno ige)
Menurut ketua Gold Pencil, Abdul Arif,  ada sekitar 100 kartun tema Petani Tembakau yang dipamerkan. Karya itu merupakan hasil seleksi dari 609 karya dari 350 kartunis dari 35 negara yang diterima panitia.

"Kurasi ketat menyangkut tema pameran," kata Arif kepada Liputan6.com, Rabu (22/11/2017).

Untuk kurasi melibatkan kartunis senior Semarang, Jitet Koestana dan Suratno. Jitet menyebut yang mengirim karya sesungguhnya sudah sangat berkualitas.

Adakah regenerasi sehingga Semarang tetap jadi ibu kota kartun? Masalah ini pernah mengemuka, ketika media-media cetak mengurangi kolom mereka untuk kartun dan karikatur.

 


Sindrom Diana

Pameran kartun tembakau ini mengentalkan upaya survive dan optimisme petani tembaku dunia. (foto: liputan6.com/erlinda pw/edhie prayitno ige0

Pada zamannya, Semarang pernah sangat berjasa meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan mendorong kemajuan peradaban melalui karya para kartunis. Aura sebagai ibu kota kartun menghilang dengan menyempitnya ruang.

Seperti kisah dalam mitologi Yunani. Alkisah, Diana, saudara kembar Apolo, yang sangat cantik menjadi Dewi Bulan yang hobi berburu. Tak heran jika dia dan Yupiter, sang ayah, selalu sibuk menghadapi lamaran bertubi-tubi. Tak mau terlalu sibuk mengurusi lamaran, Diana memutuskan hidup selibat alias tidak akan menikah ketika masih sangat muda.

Sebagai remaja, ternyata Diana masih pula jatuh cinta. Ia jatuh cinta pada Endimion. Karena telanjur bersumpah, Diana memutuskan membuat Endimion tidur selamanya agar bisa menciuminya.

Setelah Endimion tertidur, Diana kemudian jatuh cinta kepada Orion, penggembala lain. Menyaksikan saudara kembarnya tak teguh memegang komitmen, Appolo mencari muslihat untuk mengenyahkan Orion.

Dia memanfaatkan keahlian memanah Diana dengan memintanya memanah titik hitam di laut, yang sesungguhnya adalah kepala Orion. Orion tewas terpanah. Diana pun menjadikan Orion gugusan bintang di langit.

Pengunjung berkeliling melihat kegelisahan para kartunis dunia atas peminggiran petani tembakau. (foto: liputan6.com/erlinda pw/edhie prayitno ige)

Mungkinkah regenerasi kartunis di Semarang terhinggapi sindrom Diana. Berpuas diri dan memutuskan hidup "selibat". Dengan hidup selibat, regenerasi kartunis pun terhenti. Selibat dalam arti tak mau mencoba media baru saat teknologi terus berlari.

Apalagi kondisi itu diperburuk oleh pemangkasan halaman kartun di koran-koran. Tak mengherankan jika kualitas hidup di Semarang dan Jawa Tengah menurun dan menjadi sangat simpel: berburu uang.

"Alhamdulillah kekhawatiran itu tak akan terjadi. Banyak anak-anak muda yang mengirimkan karyanya," kata Arif.

Pengakuan Arif dibenarkan kurator Jitet Koestana. Menurut dia. banyak juga anak-anak SMP yang ikut masuk seleksi. Uniknya, para belia ini cukup kritis menyikapi peminggiran petani tembakau.

"Mereka menyajikan tema petani tembakau dalam kemasan kartun yang cerdas. Padahal masih belia," kata Jitet.

 


Melawan Dengan Ngakak

Abdul Arif, Ketua Gold Pencil, penyelenggara pameran kartun tembakau tingkat internasional. (foto: Liputan6.com/erlinda pw/edhie prayitno ige)

Dalam catatan panitia, ada 10 kartunis dengan karya terbaik. Masing-masing Vikram Nayak (India), Alexander Dubovsky (Ukraina), Oleksy Kustovsky (Ukraina), Musa Gumus (Turki), Luka Lagator (Montenegro), Arturo Rosas (Mexico), Lintang Dwi Pudyastuti (Indonesia), Jajak Ary Nugroho (Indonesia), Dien Yodha (Indonesia), dan Achmad Cholid (Indonesia).

Dalam karya Musa Gumus asal Turki, digambarkan petani menanam tembakau dengan hati, ada sosok berjas hitam menyirami petani dengan racun. Ide-ide liar seputar tembakau terus meruyak. Ada yang menggambarkan bahwa tembakau ternyata lebih berharga dibanding emas. Pun karya Jajak yang optimistis dengan visual petani punya kartu As berupa daun tembakau. Kartu As adalah lambang kemenangan. Karena menggunakan hati, petani pasti akan memenangkan peperangan.

Kartunis dan budayawan Prie GS menyebutkan dalam pertarungan petani tembakau dan yang meminggirkan, sesungguhnya tak perlu terjadi. Jika pertarungan itu masalah ekonomi, sebaiknya yang sudah berkuasa tidak serakah.

"Jika soal budaya, tak perlu mempertentangkan budaya. Jika semua berpikir dengan benar, tak perlu ada perebutan apa pun. Lepas dari itu, saya sangat senang dengan lahirnya generasi-generasi baru kartunis Semarang. Semoga mereka bisa mengajak masyarakat bergembira dan lebih cerdas menyikapi sesuatu," kata Prie.

Anjing mengencingi cerutu yang menyala dan disedot kapitalis. Salah satu karikatur yang menggelitik dan dipamerkan. (foto: Liputan6.com/GoldPencil/edhie prayitno ige)

Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno, mengatakan peringatan petani tembakau dunia mustinya diperingati setiap 29 Oktober. Biasanya dimeriahkan dengan pawai budaya. APTI mengapresiasi penyelenggaraan pameran kartun ini.

"Upaya peminggiran petani tembakau secara terlembaga dengan berbagai kebijakan, bisa disikapi dengan humor. Meski itu satire, namun menyemburatkan optimisme," kata Soeseno.

Kegelisahan petani tembakau Indonesia sempat memuncak ketika pemerintah berencana memusnahkan komoditi tembakau. Pemerintah meminta petani tembakau untuk mulai mencari alternatif komoditas tanaman lain sebagai langkah antisipasi. Ini karena produk hasil tembakau seperti rokok sering berbenturan dengan masalah kesehatan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hal tersebut merupakan salah satu arahan yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat rapat terbatas (ratas).

‎"Tadi Pak Presiden mengarahkan supaya Pak Menko, kami semua, memulai pemikiran ke depan kepada para petani tembakau agar dilakukan agar mereka mempersiapkan pada penanaman produk lainnya dalam jangka ke depan," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Saat ini rancangan beleid RUU Pertembakauan sedang dibahas di DPR.

Di sisi lain, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai ‎hasil tembakau atau rokok rata-rata sebesar 10,04 persen pada 2018. Penyesuaian ini sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka, pada Kamis (19/10/2017).

"Kenaikannya tidak besar, persisnya 10,04 persen. Tapi bukan untuk sekarang (tahun ini), tapi memang sudah ada di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya.

Semarang memang ibu kota kartun Indonesia, bahkan dunia. Para kartunis Semarang dan sekitarnya begitu mendominasi industri media di Jakarta. Sementara Jawa Tengah juga penyumbang devisa negara yang besar melalui cukai tembakau.

Dua kutub berbeda dunia ini akhirnya menyatu. Para kartunis menyuarakan keberpihakan mereka pada petani tembakau, tentu sambil ngakak.

Tembakau, menjadi inspirasi kebangkitan kartunis Semarang, bahkan dunia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya